Ekspor Pasir Laut Dibuka, Pakar Ingatkan Ancaman Kerusakan Lingkungan

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/tom.
Ilustrasi kawasan pesisir.
31/5/2023, 11.41 WIB

Langkah pemerintah untuk kembali menerbitkan izin ekspor pemanfaatan pasir laut dinilai dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekologi yang lebih luas dan membahayakan bagi rakyat pesisir laut.

Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menganggap bahwa pengerukan pasir laut secara serampangan dapat menenggelamkan pulau-pulau di sekitar lokasi penambangan pasir laut.

"Keuntungan ekonomi yang diterima Indonesia atas ekspor pasir laut itu tidak setimpal dengan kerusakan lingkungan dan ekologi yang akan terjadi," kata Fahmy dalam siaran pers pada Rabu (31/5).

Regulasi mengenai penambangan pasir atau hasil sedimentasi laut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023.

Izin ekspor pasir laut kembali dibuka setelah 20 tahun dihentikan pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri sejak 2003 melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Terbitnya PP Nomor 26 tahun 2023 itu sekaligus mencabut SK Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Pasal 10 PP 26 mengatur bahwa pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor wajib memiliki izin pemanfaatan pasir laut. Artinya, penjualan pasir laut hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan dari Menteri ESDM.

Pelaku usaha yang mengajukan permohonan izin harus bergerak di bidang pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut. Regulasi tersebut juga mengatur ekspor pasir laut hanya bisa dilakukan selama kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal itu tertulis dalam Pasal 9.

Fahmy memandang bahwa instrumen PP tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut tak menjamin kegiatan pengerukan pasir laut berjalan secara ramah lingkungan. Menurutnya, pengusaha yang memperoleh izin ekspor akan mengejar profit sebesar-besarnya dengan melakukan pengerukan pasir laut secara ugal-ugalan.

Kekhawatiran akan timbulnya kerusakan lingkungan dan ekologi menguat seiring permintaan pasir laut dari Singapura untuk reklamasi selalu meningkat.

"Sungguh sangat ironis, pada saatnya area daratan Singapura meningkat pesat, sementara daratan Indonesia semakin mengerut karena banyak pulau yang tenggelam sebagai dampak pengerukan pasir laut yang berkelanjutan," kata Fahmy.

Fahmy mendorong Presiden Jokowi untuk membatalkan izin ekspor pasir laut karena berpotensi merusak lingkungan dan ekologi, menyengsarakan rakyat pesisir laut, dan menenggelamkan pulau-pulau sekaligus mengerutkan wilayah daratan Indonesia.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu