Ribuan tenaga kesehatan atau nakes mengancam akan mogok kerja jika pembahasan Rancangan Undang-undang Kesehatan atau RUU Kesehatan Omnibus Law. Hal itu mereka sampaikan setelah melakukan aksi demo di depan Gedung DPR-MPR RI, Jakarta, Senin (5/6).
Demo tersebut diikuti ribuan nakes dari lima organisasi profesi. Organisasi tersebut terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) bersama forum tenaga kesehatan.
Juru Bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia atau PB IDI, Beni Satria, mengatakan aksi yang dilakukan hari ini merupakan yang kedua kalinya. Selanjutnya mereka mengancam akan melakukan mogok kerja jika pembahasan RUU Kesehatan masih dilanjutkan.
"Setelah ini kami menginstruksikan seluruh anggota untuk mogok kalau pemerintah tetap tidak menggubris dan tidak mengindahkan apa tuntutan kamu hari ini," kata Beni, ditemui di lokasi aksi, Senin (5/6).
Beni mengatakan, pelayanan darurat, ICU dan IGD masih akan dijalankan. Kendati demikia, nakes akan menghentikan pemberian pelayanan non darurat selama tuntutan belum terpenuhi.
"Kami akan mengambil langkah konstitusi. Kalau ternyata tuntutan kami itu tetap tidak digubris oleh pemerintah dan DPR," katanya.
Pasal Kontroversial
Melansir situs resmi IDI, terdapat sejumlah pasal kontroversial dalam draf RUU Kesehatan, di antaranya:
- Pasal 314 ayat (2)
Isu pertama terkait marginalisasi organisasi profesi dianggap akan mengamputasi peran organisasi profesi. Dalam Pasal disebutkan bahwa setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi.
"Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi."
Namun dalam Pasal 193 terdapat 10 jenis tenaga kesehatan, yang kemudian terbagi lagi atas beberapa kelompok. Dengan demikian, total kelompok tenaga kesehatan ada 48.
Pihak yang menolak RUU tersebut dibuat bingung pilihan apa yang akan diambil pembuat kebijakan. Apakah satu organisasi profesi untuk seluruh jenis tenaga kesehatan, atau satu organisasi profesi untuk menaungi setiap jenis tenaga kesehatan.
Itu karena dokter dan dokter gigi, atau dokter umum dan dokter spesialis masing-masing punya peran yang berbeda dan visi misinya pun berbeda. Bila digabungkan semua, maka organisasi profesi akan sangat gemuk dan rancu.
RUU Kesehatan dinilai juga akan mencabut peran organisasi profesi. Bila RUU Kesehatan disahkan, maka nakes hanya perlu menyertakan Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi. Tidak diperlukan lagi surat keterangan sehat dan rekomendasi organisasi profesi.
Padahal rekomendasi organisasi profesi akan menunjukkan calon nakes yang akan praktik itu sehat dan tidak punya masalah etik dan moral sebelumnya.
- Pasal 206
Pasal kontroversi lain yang membuat lima organisasi profesi menolak RUU adalah Pasal 206, khusunya ayat (3) sampai (5) yang menyebutkan bahwa standar pendidikan kesehatan dan kompetensi disusun oleh menteri. Berikut bunyi ayat (3), (4), dan (5) dalam Pasal 206:
Memang dalam pasal tersebut disebutkan kolegium masih terlibat. Kolegium adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi untuk masing masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut. Badan ini yang dapat mengetahui apakah nakes kompeten atau tidak. Namun nanti kolegium harus berkoordinasi dengan menteri.
- Pasal 239 Ayat (2)
"Konsil kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri."
Butir Pasal 239 ayat (2) juga dianggap kontroversial. Itu karena berdasarkan Pasal 239 RUU ini, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang sebelumnya independen dan bertanggungjawab langsung ke Presiden nanti akan bertanggungjawab kepada Menteri. Bila ini disahkan, maka wewenang menteri akan sangat luas.
- Pasal 462 Ayat (1)
Isi pasal tersebut intinya adalah tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian dapat dipidana. Begini bunyinya:
"Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun."
Namun dalam pasal tersebut tidak ada penjelasan rinci terkait poin kelalaian yang dimaksud.
- Pasal 154 Ayat (3)
Pasal kontroversi RUU Kesehatan selanjutnya adalah terkait tembakau dengan narkotika dan psikotropika yang dimasukkan satu kelompok zat adiktif. Berikut isi lengkap pasalnya:
"Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa narkotika; psikotropika; minuman beralkohol; hasil tembakau; dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya."
Penggabungan ini dikhawatirkan akan menyebabkan munculnya aturan yang akan mengekang tembakau nantinya lantaran posisinya disetarakan dengan narkoba.
Ini tentu akan menimbulkan polemik lain karena merugikan banyak pihak yang bekerja di industri tembakau. Apalagi industri tembakau merupakan industri yang memberikan dampak besar bagi negara.
Demikian alasan kenapa RUU kesehatan ditolak dan penjelasan soal pasal-pasal kontroversial yang jadi penyebab sejumlah nakes menolak RUU Kesehatan dan melakukan aksi demonstrasi.