Ramai Soal Nyamuk dengan Wolbachia, Begini Efeknya Menurut Epidemiolog

ANTARA FOTO/Ahmad Muzdaffar Fauzan/sgd/aww.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengamati pupa jantan nyamuk Aedes aegypti yang hendak dimandulkan di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
20/11/2023, 17.58 WIB

Pemerintah mulai melakukan penyebaran nyamuk dengan bawaan Wolbachia di Indonesia. Program yang dijalankan untuk mencegah demam berdarah itu pun menjadi sorotan luas publik karena dinilai berbahaya seperti menimbulkan radang otak. 

Peneliti Universitas Gadjah Mada, Ari Utarini, mengatakan teknologi Wolbachia tidak ada hubungannya dengan radang otak Japanese Encephalitis seperti yang ramai beredar di sosial media. Menurut Ari, Wolbachia sendiri adalah nama suatu bakteri yang dimasukkan ke dalam nyamuk Aedes Aegypti yang menjadi vektor atau perantara demam berdarah dengue.

“Ternyata Japanese encephalitis ini nyamuknya berbeda, yaitu nyamuk Culex. Penyakitnya juga berbeda. Jadi tidak ada kaitannya dengan teknologi Wolbachia,” kata Utarini dalam diskusi daring bertajuk ‘Mengenal Wolbachia dan Fungsinya untuk Mencegah Demam Berdarah’, Senin (20/11).

Selain radang otak, masyarakat kerap meragukan Wolbachia berkaitan dengan filariasis atau kaki gajah. Menurut Utarini Wolbachia penyebab kaki gajah itu hidup pada cacing, bukan pada nyamuk Aedes aegypti. Ia menjelaskan, Wolbachia bukan hanya satu jenis, tapi ada ribuan jenis. 

Senada dengan Uut, epidemiolog UGM Riris Handono Ahmad menjelaskan nyamuk Aedes aegypti bisa menularkan empat jenis penyakit. Mulai dari zika, chikungunya, yellow fever, dan DBD. Meski begitu Handono mengatakan setiap penyakit yang ditimbulkan oleh vektor, punya vektor masing-masing dan tidak bisa saling mempengaruhi.

“Bisa jadi ada penyakit lain lagi, tapi kalau disebabkan vektor nyamuk lain, tinggi rendahnya kejadian tersebut tidak akan disebabkan vektor yang bukan perantaranya,” kata Handono. “Kalau Aedes aegypti ya empat penyakit tadi, Japanese encephalitis ada di nyamuk Culex.” 

Penelitian Wolbachia untuk penanganan DBD di Indonesia sudah berjalan sejak 2011 di Yogyakarta. Bakteri ini digunakan sebagai pelengkap penanganan DBD, bukan menggantikan program yang sudah ada seperti vaksin dan fogging

Meski demikian, Wolbachia lahir bukan dari rekayasa genetik melainkan alami. Wolbachia yang ditanamkan dalam tubuh Aedes aegypti adalah wMel. Ini adalah jenis Wolbachia yang hidup di lalat buah atau Drosophila melanogaster. Utarini bahkan menjelaskan Wolbachia ditemukan pada kurang lebih 50% serangga di alam.

Dari penelitian mereka, Wolbachia aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan karena ia tidak bisa berpindah pada inang lain. Menurut Handono, bakteri Wolbachia hanya bisa tinggal dalam sel tubuh serangga dan ketika keluar pun, bakteri akan langsung mati.

“Misalnya nyamuk menggigit manusia, ada ludah. Ludah itu bukan sel, jadi nggak akan ada Wolbachia di ludah nyamuk,” kata Handono lagi. 

Lebih jauh ia mengatakan dalam situasi tertentu bila Wolbachia keluar dari sel kelenjar ludah nyamuk ia tidak bisa ditularkan kepada manusia. Menurutnya penularan Wolbachia hanya bisa terjadi lewat perkawinan nyamuk dan turun ke telurnya. 

Reporter: Amelia Yesidora