Tim Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar menduga algoritme Sirekap menguntungkan salah satu pasangan calon alias paslon Pilpres. Hal ini berdasarkan kajian tim IT forensik Timnas Amin.
“Kalau ada revisi di satu TPS, dia akan mengubah TPS yang lain. Ini bukan sekadar angka yang dicatat, tapi sistem itu membangun bagian setting,” kata Dewan Pakar Timnas AMIN Bambang Widjajanto di Rumah Perubahan, Jakarta, Jumat (16/2).
Berdasarkan kajian Timnas Amin, algoritme Sirekap mengatur agar perolehan suara salah satu paslon lebih dari 50% secara otomatis. Ia mencontohkan di Bandung, yang tercatat ada penambahan suara 2% - 3% dari total populasi dan ada penggelembungan perhitungan hingga 100 suara di masing-masing TPS.
Eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK itu juga mencontohkan dugaan mark up perolehan suara. Pada formulir C1 yang didokumentasikan di salah satu TPS di DKI Jakarta, Anies - Muhaimin memperoleh 108, Prabowo - Gibran 74, dan Ganjar - Mahfud 16 suara.
Begitu angka itu dikonversi ke sistem Sirekap KPU, jumlah suara Prabowo - Gibran menjadi 748 suara.
"Ini betul-betul bukan sekadar salah menulis, karena semestinya sistem IT KPU bisa membaca. Jika sistem memang tidak dibangun dengan rekayasa tertentu, sulit itu," ujar Bambang.
Sebelumnya warganet juga ramai-ramai membagikan perbedaan data pada formulir C1 dengan yang tertera di Sirekap. Namun Sirekap sebenarnya memiliki fitur edit, yang membantu petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara alias KPPS menyesuaikan data formulir C1 dengan di aplikasi.
Chairman Communication & Information System Security Research Center atau CISSReC Pratama Persadha berharap proses pengedit itu disaksikan oleh saksi dan anggota Bawaslu, agar sesuai antara yang tertera di formulir C1 dan di Sirekap.
“Jadi ini (perbedaan data) bisa jadi kesengajaan atau ketidaksengajaan sistem yang salah baca, dan petugas KPPS tidak mengecek ulang hasilnya,” kata Pratama kepada Katadata.co.id, Kamis (15/2).
Namun dia juga mengakui ada beberapa faktor yang bisa membuat aplikasi Sirekap salah membaca angka, di antaranya:
- Teknologi pengenalan tanda optis alias optical mark recognition dan pengenalan karakter optis alias optical character recognition yang kurang bagus untuk mengubah gambar menjadi huruf atau angka
- Kamera ponsel petugas KPPS yang kurang bagus, sehingga foto lembar plano C1 buram atau kurang jelas
Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya juga mengungkapkan beberapa alasan yang mungkin menjadi penyebab sistem aplikasi Sirekap salah membaca data, di antaranya:
- Kesalahan pada gawai untuk memindai foto mengingat kualitas kamera berbeda-beda
- Hasil pindai optical mark recognition dan optical character recognition tidak akurat 100%
Namun ia menilai perlu ada pengecekan lintas-divisi untuk mengetahui alasan sistem aplikasi Sirekap salah membaca data. “Menurut KPU, yang membaca sepenuhnya mesin. Di tengah-tengah proses itu tidak ada yang bisa mengganti. Ini bertujuan mencegah adanya perubahan oleh manusia,” kata Alfons kepada Katadata.co.id, Kamis (15/2).
Menurut Alfons dan Pratama, semestinya ada sistem error checking untuk mendeteksi kesalahan hitung. “Kalau total yang dihasilkan mesin berbeda dengan yang dipindai, semestinya bisa dicek ulang jika ada error checking,” kata dia.
Alfons menilai, KPU perlu memberikan dokumen perbandingan dengan hasil di grafik. Selain itu, KPU perlu menyatakan bahwa hasil dari Sirekap bukan berarti sah, melainkan hanya bertujuan mempercepat perhitungan.
“Jadi siapapun bisa mengecek dan melaporkan jika terjadi eror, sehingga dapat memupus anggapan rekayasa oleh manusia,” ujar Alfons.