Mahfud MD mengungkapkan bahwa Mahkamah Kontitusi atau MK pernah membatalkan hasil pemilu yang dinyatakan curang.
Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD sekaligus mantan ketua MK menilai, hal itu membuktikan bahwa pihak yang kalah dalam pemilu dan menggugat adanya kecurangan, tidak selalu kalah dalam proses di MK.
"Ketika saya menjadi ketua, MK pernah memutus pembatalan hasil pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh. Maka, yang menang dinyatakan diskualifikasi dan yang kalah naik," kata Mahfud di Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta Pusat, Jakarta, Sabtu (17/2).
Mahfud menyatakan hal itu sekaligus mengklarifikasi pernyataannya bahwa pihak yang kalah selalu menuduh pemilu curang.
Dia tak memungkiri bahwa kecurangan dalam pemilu memang sering terjadi dan dalam persidangan, pembuktiannya sering tidak cukup.
"Jadi, saya katakan bahwa setiap pemilu yang kalah itu akan selalu menuduh curang. Itu saya katakan pada awal 2023, tepatnya, sebelum tahapan pemilu dimulai. Tetapi jangan diartikan bahwa penggugat selalu kalah. Sebab, memang sering terjadi kecurangan terbukti itu secara sah dan meyakinkan," kata dia.
Mahfud MD pun menyebutkan sejumlah putusan MK yang membatalkan hasil pemilu atau memerintahkan pemilu ulang misalnya, Pilkada Provinsi Jawa Timur 2008. Khofifah Indar Parawansa yang semula dinyatakan kalah kemudian dibatalkan dan MK memerintahkan pemilu ulang.
"Kemudian, ada hasil Pilkada Bengkulu Selatan, yang menang didiskulifikasi, yang bawahnya langsung naik. Hasil Pilkada Kota Waringin Barat sama dengan Bengkulu Selatan. Banyak lagi kasus di mana ada pemilihan ulang, terpisah, daerah tertentu, desa tertentu dan sebagainya," kata Mahfud.
Mahfud menambahkan bahwa istilah pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif alias TSM muncul sebagai vonis pengadilan di Indonesia pada 2008.
Saat itu, Mahfud merupakan hakim konstitusi, memutus sengketa Pilkada Jawa Timur antara Khofifah dengan Soekarwo.
TSM kemudian menjadi dasar atas vonis-vonis lain dan masuk secara resmi dalam hukum pemilu.
Oleh karena itu, sudah menjadi yurisprudensi dan aturan dalam undang-undang atau UU, peraturan Komisi Pemilihan Umum alias PKPU, dan peraturan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu.
"Buktinya, banyak pemilu itu dibatalkan, didiskualifikasi. Saya menangani ratusan kasus, banyak. Ada yang dihitung ulang, dan sebagainya. Tergantung hakim punya bukti atau tidak atau kalau sudah punya bukti, menerima bukti, (hakimnya) berani apa tidak," ujar Mahfud.