Survei KIC: Pemilih di Pilkada Lebih Pilih Kader Partai, Lihat Kinerja
Katadata Insight Center (KIC) merilis survei persepsi publik berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pilkada akan digelar serentak pada 27 November 2024.
Gelaran pilkada tahun ini menjadi berbeda dari sebelumnya lantaran menjadi pilkada serentak pertama kali di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Pilkada kali ini akan diikuti oleh 37 provinsi dan 508 kabupaten serta kota di Indonesia. Jumlah ini sudah dikurangi dengan daerah yang penentuan kepala daerahnya tidak melalui pilkada, seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten kota di DKI Jakarta.
Manager KIC Satria Triputra mengatakan dari seluruh daerah yang mengikuti pilkada terdapat sejumlah daerah yang menjadi sorotan publik terutama dalam penentuan sosok kepala daerah. Terdapat dua faktor yang membuat pilkada daerah disorot pertama faktor politis berkaitan dengan sosok yang bertarung dan kedua berkaitan dengan jumlah pemilih di suatu wilayah.
“Berdasarkan dua faktor tersebut, Katadata Insight Center memilih delapan provinsi strategis, yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat & Sumatera Utara untuk disurvei,” ujar Satria dalam rilis hasil survei “Persepsi Publik Terhadap Pilkada di 8 Provinsi” yang dikutip Kamis (6/6).
Untuk memotret dinamika politik di delapan daerah strategis, Katadata Insight Center menggelar online survey pada 3 – 9 Mei dengan menggunakan platform data collection t-Survey. Di antara hasil survei terhadap 7.864 responden berusia lebih dari 17 tersebut menunjukkan bahwa sebagian responden masih ada yang belum mengetahui pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Survei dilakukan dengan margin of error 1,1% dan tingkat kepercayaan 95%.
Selain itu Satria mengatakan survei juga memotret persepsi terhadap kepuasan kinerja gubernur inkumben. Temuan lain berkaitan dengan kriteria ideal calon gubernur dan isu serta bentuk kampanye politik paling berpengaruh selama Pilkada.
Merujuk hasil survei, KIC menemukan sebanyak 41,3% responden mempertimbangkan faktor kinerja dan rekam jejak dalam menentukan calon yang akan dipilih di Pilkada. Selanjutnya sebanyak 24,5% memilih calon berdasarkan visi-misi dan program.
Ada pula sebanyak 14,5% responden yang memilih mempertimbangkan faktor agama. Sedangkan 20% lainnya memilih karena alasan karakter personal, kompetensi, asal daerah, asal suku, penampilan, usia dan gender.
Bila dilihat dari kualitas personal, sebanyak 40% responden menyatakan akan memilih dengan melihat tingkat kejujuran tokoh yang maju di pilkada. Selanjutnya sebanyak 24,8% dipilih atas alasan pengalaman, 11,8% karena inovatif, dan 10,5% persen karena tegas. Faktor personal lain yang turut menjadi perhatian dengan persentase di Bawah 6% adalah rendah hati, kreatif, dan kharismatik.
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan pilkada menjadi ujung tombak bagi masyarakat menentukan arah pembangunan. Ia berharap pemilih lebih mengutamakan kinerja dan latar belakang calon dalam memilih dibanding bersandar hanya pada popularitas.
Di sisi lain Titi mengatakan pilkada bisa berjalan dengan baik selama pemilih mendapat akses informasi. Ia menyebut pemilih rentan pada pragmatisme bila tidak mendapatkan informasi yang cukup terhadap figur salah satu calon.
“Perbincangan pemilih rentan pragmatis dan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu apabila ruang informasi tidak terbuka,” ujar Titi.
Di sisi lain ia mengatakan selama ini ada kecenderungan diskursus politik pilkada hanya berpusat pada Jakarta. Padahal menurut dia dinamika politik di daerah juga perlu menjadi perhatian sehingga pemilih mendapatkan informasi yang tepat. Ia berharap pemilih tidak terjerumus pada politisasi SARA dan hegemoni politik kelompok tertentu.