Menteri Pertahanan Prabowo Subianto buka suara terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang menuai banyak kritik. Presiden terpilih 2024–2029 itu menjanjikan akan memberikan solusi terbaik terkait polemik iuran Tapera.
“Kami akan pelajari dan mencari solusi yang terbaik. Oke?” katanya pada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/6).
Prabowo belum mengambil sikap apakah akan melanjutkan atau membatalkan aturan Tapera. Ia hanya diam Ketika wartawan mempertanyakan sikapnya.
Penolakan Tapera ini mulai ramai dibicarakan sejak Presiden Jokowi merilis ketentuan pemotongan upah, gaji, maupun penghasilan bagi seluruh pekerja untuk simpanan Tapera.
Keputusan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Jokowi menetapkan PP tersebut pada 20 Mei 2024.
Pada Pasal 15 aturan tersebut mengatur besaran simpanan peserta sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja. Jumlah simpanan peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sejumlah 0,5 persen dan pekerja sendiri sebesar 2,5 persen. Sedangkan besaran simpanan peserta pekerja mandiri ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri.
Penolakan terhadap iuran Tapera berbuntut demonstrasi para buruh pada Kamis (6/6). Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia atau FSPMI meminta pemerintah mencabut PP mengenai Tapera. Beleid tersebut dinilai tidak adil lantaran mayoritas iuran Tapera dibebankan pada buruh.
Presiden FSPMI Riden Hatam Aziz mengatakan, upah buruh saat ini sudah dipotong cukup besar. Padahal, menurut dia, daya beli buruh memburuk akibat tidak diperhatikannya penyesuaian upah buruh setiap tahun.
"Upah kami telah dipotong hingga total 12% saat ini, sehingga tidak mungkin buruh punya kemampuan itu," kata Riden di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6).
Riden ragu efektivitas program Tapera untuk membantu para buruh memiliki rumah. Ini karena iuran yang diwajibkan hanya 3% dari upah para buruh yang 2,5% ditopang oleh buruh dan 0,5% ditopang pemberi kerja.
Ia menilai program Tapera bahkan tidak mampu membantu buruh dalam mengumpulkan uang muka pembelian rumah. Riden mendorong pemerintah untuk menggunakan dana yang sudah terkumpul dalam BPJS Ketenagakerjaan.
"Program Tapera untuk bantu mengumpulkan uang muka saja tidak akan cukup walaupun sudah mengiur 10-30 tahun. Program Tapera tidak akan cukup beli rumah," ujarnya.
Dana dalam BPJS Ketenagakerjaan yang dimaksud adalah fitur manfaat layanan tambahan (MLT) untuk peserta jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Riden mencatat dana yang terkumpul dalam fitur tersebut telah mencapai Rp 200 triliun.
Menurutnya, dana tersebut dapat digunakan untuk membangun rusun khusus bagi buruh."Setidaknya dana di BPJS Ketenagakerjaan dapat digunakan sebagai uang muka pembelian rusun tersebut," katanya.