Ketua Ombudsman Mokhammad Najih meminta penegak hukum tegas dalam menindak peretasan pusat data nasional. Ia mengatakan para hacker (peretas) yang memproduksi perangkat lunak perusak (ransomware) varian lockbit, seharusnya ditangkap.
“PDN sedang diserang oleh ransomware, produk dari lockbit generasi tiga, mestinya lockbit ini harusnya dicari ini, ditangkap, yang memproduksi lockbit ini,” ucap Najih seperti dikutip Rabu (26/6).
Menurut Najih pihak di balik lockbit tersebut perlu ditangkap karena telah menyerang keamanan data nasional. Perbuatan itu telah mengganggu proses kegiatan digital yang berlangsung dan dibutuhkan masyarakat.
“Inilah situasi-situasi yang kita hadapi, maka bagaimana me-manage (mengelola) teknologi ini, karena ini diperlukan kita sebagai manusia yang mengoperasikan, dan memanfaatkan,” ujar Najih.
Hukuman Hacker dalam UU ITE
Sementara itu, Chairman Lembaga Riset Siber dan Komunikasi CISSReC Pratama Dahlian Persadha mengatakan bahwa sejatinya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah mengatur proses hukum terhadap peretas. Menurut Pratama, Pasal Pasal 30 ayat 1, 2, dan 3 menyebutkan hacker bisa ditangkap dan dikenakan ancaman hukuman (paling lama) delapan tahun penjara dan denda (paling banyak) Rp 800 juta.
Namun demikian, dia mengakui bahwa menangkap peretas, terlebih sekelas lockbit, merupakan tugas yang sulit. “Kalau kita tahu orangnya siapa, kita bisa pakai Interpol, kerja sama, kita bisa tangkap. Ini kita cari orangnya saja enggak tahu, susah, ini yang jadi problem,” kata Pratama.
Terlepas dari itu, ia mengaakan kepemimpinan dan tata kelola yang baik dalam menjaga keamanan siber diperlukan agar serangan siber dapat ditekan.
Sebelumnya, pemerintah menyebut gangguan yang terjadi pada PDNS 2 yang menyebabkan terganggunya berbagai layanan masyarakat sejak 20 Juni 2024 merupakan akibat adanya serangan siber akibat ransomware bernama Braincipher.
"Ransomware ini adalah pengembangan terbaru dari ransomware lockbit 3.0. Jadi, memang ransomware ini dikembangkan terus. Jadi, ini yang terbaru dari yang kami lihat dari sampel setelah dilakukan forensik dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)," kata Kepala BSSN Letjen TNI Hinsa Siburian di Jakarta, Senin (24/6).
Hinsa menjelaskan bahwa pemerintah, melalui koordinasi lintas lembaga antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), BSSN, Cyber Crime POLRI, dan Telkom Sigma terus menelusuri serangan siber tersebut.