Syarat jadi DPA di RUU Wantimpres, Hapus Aturan Punya Keahlian Khusus

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2015-2019 Sri Adiningsih (kanan) memberikan ucapan selamat kepada anggota Watimpres periode 2019-2024 Soekarwo (kiri) di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Penulis: Ade Rosman
12/7/2024, 15.00 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006. RUU tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)  itu menjadi usul inisiatif DPR dan akan dibahas pada masa sidang berikutnya yang dibuka pada 16 Agustus 2024. 

Beleid tersebut nantinya akan mengubah nomenklatur Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Nomenklatur DPA sebelumnya sudah ada dalam struktur kenegaraan September 1945 dan dibubarkan pada 31 Juli 2003.

Dalam pasal 8 RUU tersebut dituliskan syarat menjadi anggota DPA. Namun, salah satu syarat yang saat ada di UU Wantimpres dihilangkan yakni memiliki keahlian tertentu di bidang pemerintahan negara.

Keharusan anggota Wantimpres memiliki keahlian khusus sebelumnya termuat dalam Pasal 8 bagian h. "Memiliki keahlian tertentu di bidang pemerintahan negara," demikian bunyi ketentuan UU sebelum revisi. 

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai Revisi UU Wantimpres tidak menguntungkan publik. Alih-alih berpihak pada kepentingan masyarakat, revisi menurut dia justru untuk menguntungkan para elit politik.

DPR sudah mengesahkan revisi undang-undang ini sebagai usul inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna Kamis (11/7) kemarin. Hal yang berbeda dari pengesahan ini adalah hanya butuh waktu singkat untuk menyusun rancangan undang-undang Wantimpres hingga dibawa ke rapat paripurna. 

Padahal, revisi UU Wantimpres ini tidak masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas prioritas 2020–2024. Bivitri menyatakan revisi undang-undang ini berada dalam kategori yang sama dengan UU Kementerian Negara. 

Dengan dua undang-undang ini, akan ada berbagai jabatan baru yang muncul dan bisa diisi oleh konfigurasi politik yang memenangkan Pemilu 2024 lalu. “Saya rasa ini ada kaitannya dengan Presidential Club (yang digagas oleh Prabowo Subianto),” kata Bivitri. 

Tidak hanya terkait bagi-bagi jabatan, Bivitri juga menyoroti perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung atau DPA. Menurutnya ini ganjil, karena setelah amandemen keempat UUD 1945, DPA digantikan dengan sebuah dewan bernama Wantimpres.

Dalam amandemen keempat UUD 1945, Wantimpres sendiri bukanlah sebuah lembaga. Bivitri mengatakan presiden tidak butuh lembaga penasihat khusus karena ia sudah punya menteri dan staf khusus dengan tugas sebagai penasihat.

“Ini mau dibalikin lagi, seperti Orde Baru lagi,” ujar Bivitri.

Bila dilihat dari kualifikasi, draft revisi Undang-undang memberi kesempatan lebih luas untuk menjadi anggota DPA lantaran tidak ada aturan yang ketat. Berikut syarat menjadi anggota DPA seperti tertuang dalam Pasal 8 Revisi Undang-Undang Wantimpres:

  1. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. warga negara Indonesia;
  3. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
  4. mempunyai sifat kenegarawanan;
  5. sehat jasmani dan rohani;
  6. jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
  7. tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.



Reporter: Ade Rosman