Ikatan Apoteker Ungkap Realitas Harga Obat, Benarkah Lebih Mahal dari Malaysia?

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Warga membeli masker dan aseptick gel di apotek kimia farma, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2020).
25/7/2024, 18.10 WIB

Ikatan Apoteker Indonesia atau IAI menjelaskan harga obat Indonesia tidak lebih mahal daripada Malaysia. Hal itu berbeda dengan kekhawatiran yang disampaikan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. 

Ketua Umum IAI, Noffendri Roestam menjelaskan saat ini Indonesia sudah lebih mandiri dari Malaysia dalam produksi obat. Ia menyebut keberadaan program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN sehingga harga obat bisa lebih murah.

“Yang kemarin diributkan dan bermasalah itu yang (obat) originator. Itu cuma 10% yang pakai, bukan 90%. Jadi kalau dikatakan obat di Indonesia mahal, yang mana dulu?” kata  Noffendri dalam konferensi pers di Sekretariat Pusat Pengurus IAI, Jakarta, Kamis (25/7).

Originator  adalah satu dari tiga jenis obat yang beredar di Indonesia. Perbedaan ini bukan berdasar kualitasnya, namun berdasar produsennya. Di sisi lain, tiga jenis obat ini punya harga jual berbeda di pasaran.

Jenis obat pertama adalah obat originator atau obat paten. Obat ini paling mahal karena pertama kali ditemukan oleh suatu perusahaan farmasi dari hasil riset mereka. 

Obat originator punya masa paten 15 hingga 20 tahun. Setelah masa paten ini habis, barulah obat tersebut boleh diproduksi industri farmasi lain, berdasarkan lisensi.

Jenis kedua adalah obat generik bermerek. Ini adalah jenis obat yang diproduksi dari obat paten setelah masa patennya habis. Jenis ketiga adalah obat generik yang juga diproduksi setelah masa paten habis namun tidak menggunakan merek dagang. Obat ini dijual dengan menggunakan nama kimia saja.

“Harga obat generik ini jauh lebih murah daripada obat paten, sekitar 30–50% lebih rendah. Sedangkan harga obat generik jauh lebih murah lagi dari obat generik bermerek,” kata Noffendri.

Saat ini, Indonesia punya sekitar 190 pabrik industri farmasi dalam negeri dan 20 yang asing. Dari komposisi ini, industri asing punya hak produksi dan pemasaran obat paten. Industri dalam negeri baru bisa memasarkan obat paten setelah masa patennya habis.

Perbandingan Konsumsi Obat Generik Indonesia dan Malaysia

Sebagian besar dari tiga jenis obat ini tersedia dalam JKN dengan harga khusus. Noffendri menghitung 93% dari kebutuhan tablet Indonesia itu harganya di bawah Rp 500. Untuk sirup, 77% dari kebutuhannya di bawah harga Rp 5 ribu, sementara 65% dari kebutuhan injeksi harganya di bawah Rp 2 ribu.

 Di sisi lain, Noffendri juga mencatat 81% obat yang beredar di Indonesia adalah obat generik dan obat generik bermerek. Dua jenis obat ini diproduksi oleh industri farmasi dalam negeri.

Bila dibandingkan dengan data dari Malaysia Pharmaceutical Society, secara umum harga obat paten Indonesia memang lebih mahal dari Malaysia. Namun, volume jual obat originator di malaysia lebih banyak dua hingga tiga kali besar di Indonesia.

“Jadi ini hukum pasar biasa kan, di Malaysia terbalik karena mereka kebanyakan pakai originator dan bisa diatur oleh pemerintah,” katanya.



Reporter: Amelia Yesidora