PDIP Nilai Reshuffle di Akhir Jabatan Bukti Jokowi Intervensi Pemerintah Prabowo

ANTARA FOTO/Monang Sinaga/wpa/rwa.
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan arahan saat menjadi inspektur upacara peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI di halaman Masjid At-Taufiq, Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Sabtu (17/8/2024).
Penulis: Ade Rosman
19/8/2024, 13.05 WIB

Juru bicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Chico Hakim menilai perombakan kabinet Indonesia Maju yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan bentuk intervensi terhadap pemerintahan presiden terpilih Prabowo  Subianto.  Menurut Chico, secara etika seharusnya pemerintah tak mengambil keputusan strategis dalam masa transisi ke pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan dilantik 20 Oktober 2024 mendatang.

"Pak Jokowi tampaknya meragukan kapasitas Pak Prabowo dalam membentuk pemerintahan yang akan datang, sehingga dilakukan tindakan mendahului," kata Chico seperti dikutip Senib (19/8).

Jokowi kembali merombak Kabinet Indoensia Maju dengan mengganti sejumlah menteri. Pergantian dilakukan pada  kursi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Menteri Investasi.

Posisi Menkumham yang sebelumnya dijabat Yasonna Laoly saat ini diduduki oleh Supratman Andi Agtas. Kemudian Bahlil Lahadalia bergeser menjadi Menteri ESDM menggantikan Arifin Tasrif. Sementara Rosan Roeslani menggantikan posisi bahlil sebelumnya yakni Menteri Investasi.

"Dalam konteks ini, reshuffle dimaknai sebagai upaya Presiden Jokowi menempatkan orang-orangnya, yang nantinya akan menimbulkan persoalan 'ewuh pakewuh' ketika pemerintahan baru terbentuk dan presiden baru harus membentuk kabinetnya sesuai hak prerogatifnya," kata Chico.

Di sisi lain, Chico juga menyoroti pengantian yang dilakukan dalam  waktu kurang dari 43 hari kerja sebelum masa jabatan presiden berakhir. Ia menyebut hal ini sebagai bentuk konsolidasi kekuasaan Jokowi di akhir masa jabatannya.

Motif Politik

Sementara itu, dosen politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komaruddin mengatakan motif politik lebih besar di balik pergantian kabinet dibanding motif kinerja. Menurut Ujang meski Istana mengatakan reshuffle dilakukan untuk memudahkan transisi namun pergantian lebih cenderung didorong motif politik.

“Ini bisa jadi akomodasi politik agar pemerintah berjalan lancar dan Jokowi mengamankan bisnis dan hukum di pemerintahannya,” ujar Ujang. 

Di sisi lain ia mengatakan apapun alasan yang melatarbelakangi Jokowi tidak menyalahi aturan lantaran penentuan kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Ia pun menilai pergantian manyasar jabatan yang menurut Jokowi tak terlalu menguntungkan. 

Motif politik menurut Ujang juga terlihat dengan tidak digantinya sejumlah menteri dari partai Nasional Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa kedekatan dua partai itu di pemerintah masih baik dan bisa saja berdampak pada keputusan di pilkada. 

Reporter: Ade Rosman