KPK Buka Opsi Terbitkan DPO untuk Gubernur Kalsel, Sita Rp 12 Miliar saat OTT

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Penulis: Ira Guslina Sufa
8/10/2024, 20.25 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka opsi untuk menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) untuk Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor. Opsi itu dimungkinkan setelah Sahbirin ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan penyidik akan terlebih dulu melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan. DPO akan diterbitkan apabila yang bersangkutan bersikap tidak kooperatif dengan tidak memenuhi panggilan penyidik.

"Kami akan lakukan prosedur pemanggilan. Tidak hadir, kami panggil kembali. Tidak hadir lagi akan kami DPO," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (8/10). 

Ghufron mengatakan penyidik tidak langsung menerbitkan DPO terhadap Sahbirin karena ada prosedur yang harus dijalankan sebelum dilakukan penerbitan DPO. Sebelumnya penyidik KPK telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa terkait tiga proyek pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan.

Para tersangka tersebut adalah Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB), Kadis PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean (FEB). Selain itu, masih ada dua tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).

Sita Uang Rp 12 Miliar

Dalam pengusutan dugaan perkara ini, tim penyidik KPK menyita uang tunai sebanyak Rp 12 miliar dan US$ 500. Menurut Nurul Ghufron uang tersebut ditemukan penyidik KPK pada tersangka YUL, FEB dan AMD. 

“Uang tersebut merupakan bagian dari fee 5 persen untuk SHB (Gubernur Kalsel Sahbirin Noor) terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Provinsi Kalsel," kata Nurul Ghufron. 

Sedangkan proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp 23 miliar. Proyek lainnya adalah pembangunan gedung Samsat Terpadu senilai Rp 22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp 9 miliar.

Atas penerimaan suap tersebut, para tersangka kemudian melakukan rekayasa agar proses lelang dimenangkan oleh pihak yang memberikan fee. Rekayasa tersebut dilakukan, antara lain dengan cara membocorkan harga perkiraan sendiri dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang.

Kemudian merekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan tertentu yang dapat melakukan penawaran. Modus lain adalah menunjuk konsultan yang terafiliasi dengan pemberi suap, dan pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum tanda tangan kontrak.

"Terdapat fee sebesar 2,5 persen untuk PPK (pejabat pembuat komitmen) dan 5 persen untuk SHB," ujar Ghufron.

Keenam orang yang berstatus sebagai penyelenggara negara tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dua pihak swasta tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.





Reporter: Antara