Prasasti: Transformasi SDM di Era Prabowo–Gibran Masih Perlu Perbaikan

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/YU.
Calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan pidato saat menghadiri acara pemantauan hasil hitung cepat atau quick count di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2024). Prabowo-Gibran menggelar pidato kemenangan usai sejumlah lembaga survei menempatkan capres-cawapres nomor urut 2 unggul atas dua pesaingnya dengan perolehan suara 51-60 persen.
20/10/2025, 08.30 WIB

Lembaga riset Prasasti Center for Policy Studies menilai kinerja pemerintahan Prabowo–Gibran dalam bidang Transformasi Sumber Daya Manusia (SDM) masih berada pada tahap “Developing” atau perlu perbaikan.

Dalam "Prasasti Insights: Kajian 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran" yang dirilis hari ini (20/10), Prasasti menyoroti banyak program unggulan pemerintah telah berjalan di berbagai wilayah, tetapi masih terdapat perbedaan kualitas dan ketepatan sasaran.

Dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), misalnya, Prasasti menakar masih rendahnya fokus program terhadap kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, yang justru krusial menekan tengkes.

Selain itu, pemerintah belum menyediakan sistem pengukuran status gizi secara real-time. Juga belum ada metrik yang jelas untuk menilai korelasi MBG dengan partisipasi, konsentrasi, dan performa akademik siswa.

Direktur Riset Prasasti, Gundy Cahyadi, mengatakan pelaksanaan MBG masih menghadapi sejumlah tantangan mendasar meski program itu dinilai memiliki desain kebijakan yang baik dan tujuan sosial yang kuat.

"Ditemukan sejumlah kelemahan seperti belum optimalnya penerapan standar HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points), potensi konflik kepentingan di penyedia, serta lemahnya sistem pengawasan dan pelacakan digital yang konsisten," ujar Gundy kepada Katadata.co.id, 16 Oktober lalu.

Prasasti pun merekomendasikan agar fokus program MBG diperluas ke kelompok 1.000 HPK dan membangun kerja sama dengan posyandu dan klinik untuk melakukan pengukuran status gizi secara berkala. Juga membuat sistem untuk mengukur dampak program terhadap prestasi belajar siswa di sekolah.

Di sisi lain, penguatan kualitas dan transparansi di tingkat daerah menjadi kunci keberlanjutan program unggulan Prabowo itu. Pasalnya, menurut Prasasti, sistem pendaftaran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) saat ini dinilai kurang transparan.

Pendaftaran SPPG oleh pejabat publik, misalnya, dikhawatirkan bisa memengaruhi proses seleksi. Akibatnya muncul potensi penyimpangan yang berujung pada turunnya mutu pelaksanaan program MBG.

Sementara itu, cakupan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) tergolong rendah, yakni 11%. Ini masih jauh di bawah target 2025 sebesar 36%. Hal ini dikaitkan dengan bermacam tantangan. Salah satunya keterbatasan fasilitas kesehatan di sejumlah daerah.

Persebaran informasi mengenai program CKG juga dinilai belum merata. Sedangkan kesadaran masyarakat terhadap perlunya pemeriksaan kesehatan juga terbatas. Itu menjadi salah satu penyebab utama mengapa cakupan CKG tak terkerek meski telah berjalan sembilan bulan.

"Peningkatan kualitas fasilitas kesehatan, pemeliharaan alat medis secara berkala, serta pelimpahan tugas yang terstruktur kepada tenaga kesehatan menjadi kunci efektivitas program ini," kata Gundy.

Prasasti pun merekomendasikan agar pemerintah menggeser fokus dari sekadar cakupan program menuju kualitas layanan yang terukur. Penguatan tata kelola dan akuntabilitas lintas lembaga juga menjadi rekomendasi.

Keterlibatan aktif pihak daerah dan mitra lokal dalam meningkatkan kapasitasnya juga dianggap krusial untuk memastikan program-program SDM tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan spesifik di wilayah masing-masing.

Terakhir, Prasasti menyarankan agar pemerintah mengoptimalkan anggaran melalui alokasi berbasis kinerja dan dampak. "Serta peningkatan efisiensi melalui integrasi lintas program," tulis Prasasti dalam risetnya.

Penilaian terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran dalam riset Prasasti menggunakan metodologi berbasis indikator kinerja utama (KPI) yang telah ditetapkan pemerintah dalam RPJMN 2025–2029, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025.

Proses riset dilakukan melalui empat tahap. Pertama, tim peneliti mengidentifikasi program kunci pemerintah, yang mencakup delapan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC), tujuh belas Program Prioritas (PP), dan delapan Asta Cita sebagai kerangka kebijakan nasional.

Tahap berikutnya adalah penyesuaian indikator kinerja dengan variabel yang relevan berdasarkan sasaran pembangunan jangka menengah nasional.

Setelah itu, Prasasti menilai progres masing-masing program dengan membandingkan capaian aktual terhadap target pemerintah pada 2025. Hasil penilaian tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam lima kategori performa, yaitu Significant Gaps (perlu perhatian serius), Developing (perlu perbaikan), Acceptable (cukup baik), On Track (baik), dan Exceeds Expectations (melampaui ekspektasi).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.