KPPU dan Katadata Gelar Diskusi Bahas Isu Persaingan Usaha
Perlindungan terhadap persaingan usaha secara adil, sehat, dan menyeluruh merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Sebagai lembaga yang mengawasi isu ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menegaskan kembali peran strategisnya dalam menjaga iklim usaha di Indonesia.
Demikian kesimpulan sesi diskusi yang digelar oleh KPPU bersama Katadata Insight Center (KIC) bertajuk “Mitigasi Risiko Pelanggaran Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat” di Jakarta Selatan, Jumat (21/11).
Turut hadir pada kesempatan ini Komisioner KPPU, Moh. Noor Rofieq, dan Dr. Ridho Jusmadi, Investigator Utama Madya KPPU Hasiholan Pasaribu, serta Wincen Adiputra Santoso dari Santoso, Martinus & Muliawan Advocates (SMMA) Law Firms selaku moderator. Diskusi ini dihadiri pula oleh perwakilan divisi hukum dari perusahaan di berbagai sektor.
Dalam paparannya, Noor Rofiq menyampaikan ihwal filosofi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat pada pokoknya adalah melindungi proses persaingan itu sendiri, dan bukan melindungi kesalahan pelaku usaha.
“Jadi kami melihat bagaimana pelaku usaha itu membangun bisnisnya secara wajar, dan tanpa ada pelanggaran,” kata Noor Rofieq.
Menurutnya, KPPU dalam menilai persaingan usaha mempertimbangkan terutama konteks bisnis, tidak hanya dari aspek legal semata. Misalnya saja, KPPU tidak serta merta menilai suatu praktik bisnis melanggar hukum hanya karena terlihat sama atau paralel.
“Jangan takut dengan paralelisme karena pasar itu terbuka mengenai informasi harga. Dan ini harus diikuti oleh faktor-faktor lain,” katanya. Pendekatan KPPU, lanjutnya, selalu melihat konteks bisnis secara praktis, tidak hanya dari aspek legalistik semata.
KPPU mengelompokkan risiko pelanggaran ke dalam tiga aspek utama pada bisnis. Pada aspek produksi, umpamanya, pelanggaran dapat terjadi jika pelaku usaha mengatur volume produksi tidak untuk efisiensi, tetapi dengan sengaja menguasai sumber daya atau mempengaruhi pasar.
Ada pula aspek pemasaran dan harga yang kerap menjadi sorotan seiring isu pricing . Menurut Noor Rofieq, KPPU tidak serta-merta menilai harga tinggi sebagai pelanggaran. Sebab, faktor-faktor seperti Return on Investment (ROI) dan biaya untuk industri yang padat modal akan diperhitungkan.
Namun, praktik pelanggaran perpajakan yang berujung pada biaya produksi tidak wajar dapat menjadi pintu masuk bagi dugaan pelanggaran UU No. 5/1999.
Aspek lainnya yakni distribusi atau channeling. Dalam konteks ini, Noor Rofieq mengingatkan pelaku usaha untuk berhati-hati dalam mengganti distributor, serta memastikan tidak ada unsur diskriminasi atau kesengajaan untuk menyingkirkan pihak tertentu. Contoh diskriminasi yang dapat terjadi adalah perbedaan tempo pembayaran.
Pada sesi berbeda, Ridho Jusmadi menyampaikan dari 26 pasar pelanggaran pada UU No.5 Tahun 1999, KPPU memberikan perhatian terutama pada isu price-fixing. Menurutnya, praktik tersebut jamak terjadi di sektor industri yang bersifat oligopolistik, seperti farmasi, minyak dan gas, dan infrastruktur.
Dia menyebutkan pula soal praktik pelanggaran usaha kartel yang seringkali tidak meninggalkan jejak secara tertulis. "Tapi anak hukum punya doktrin the devil on the detail. Kita cari detail-detailnya itu, pasti ada selipnya. Itu yang kita eksploitasi dalam pembuktian,” katanya.
Direktur Eksekutif Katadata Insight Center, Fakhrido Susilo, menyatakan bahwa persaingan usaha yang sehat merupakan prasyarat fundamental bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,
“Kualitas institusi yang baik, termasuk di dalamnya kualitas persaingan usaha yang baik, merupakan prasyarat intangible dari 8 persen economic growth yang kita cita-citakan bersama,” ujarnya.
Secara keseluruhan, diskusi turut membahas isu-isu praktis yang sering dihadapi pelaku usaha, seperti harga, integrasi vertikal, partisipasi dalam tender pemerintah, serta adaptasi hukum persaingan usaha dengan agenda pembangunan berkelanjutan.
Sebagai tambahan, diskusi ini turut menegaskan komitmen kolaboratif antara regulator dan pelaku usaha untuk bersama-sama menciptakan ekosistem bisnis yang kompetitif, adil, dan mendukung iklim investasi yang sehat. Dengan pemahaman yang baik, dunia usaha dapat tumbuh dan berinovasi tanpa khawatir melanggar rambu-rambu hukum persaingan usaha.