Cek Data: Apakah Serial 'Gadis Kretek' Bisa Mengerek Jumlah Perokok?

Netflix
Serial Gadis Kretek yang tayang di Netflix sejak 2 November 2023.
Penulis: Reza Pahlevi
19/11/2023, 08.35 WIB

Serial gadis Kretek yang tayang di layanan streaming Netflix menimbulkan perdebatan di media sosial. Salah satunya disebabkan banyak adegan merokok yang dikhawatirkan mempengaruhi anak-anak dan perempuan muda untuk merokok. Apakah kekhawatiran tersebut beralasan?

Kontroversi

Gadis Kretek adalah serial yang diadaptasi dari novel Ratih Kumala yang berjudul sama. Serial ini dibintangi Dian Sastro dan Ario Bayu sebagai bintang utama. Dian Sastro berperan sebagai Dasiyah yang bercita-cita menjadi pembuat saus rokok kretek di perusahaan ayahnya.

Dengan kretek menjadi pusat cerita, adegan merokok pun marak di film tersebut. Banyaknya adegan ini yang membuat seorang pengguna Twitter @ObiWan_Catnobi khawatir serial ini justru menambah jumlah perokok muda.

Meski tidak menyebut secara eksplisit nama serialnya, cuitan tersebut muncul tidak lama setelah Gadis Kretek rilis. Dalam utas lanjutannya, pengguna Twitter tersebut juga menyinggung kompilasi video adegan merokok di serial tersebut.

Kompilasi yang dimaksud akun tersebut diunggah oleh @soheefilm. Video tersebut menunjukkan berbagai adegan merokok yang diperankan oleh Dian Sastro. Hingga 13 November 2023, unggahan video tersebut telah di-repost lebih dari 10 ribu kali dan di-like lebih dari 20 ribu kali.

Beberapa balasan untuk unggahan video tersebut memang menunjukkan adegan merokok tersebut membuat penonton ikut ingin merokok. Salah satu balasan mengatakan, “Jujur, gara-gara lihat Dasiyah di sini jadi pengen nyebat.” 

Faktanya

Indonesia adalah salah satu negara dengan prevalensi merokok tertinggi di dunia, menurut data Statistik Kesehatan OECD pada 2019. Prevalensi merokok Indonesia sebesar 27,6%, berada di posisi kedua setelah Turki.

Pada 2022, data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ada 28,26% penduduk berusia 15 tahun ke atas yang merokok. Lebih dari setengah atau 55,32% laki-laki merokok dan hanya 0,93% perempuan yang merokok.

Sementara, proporsi perokok anak atau di bawah 18 tahun sebesar 3,44% pada 2022. Meski tidak signifikan, prevalensi ini terus turun dari 2019.

Data 2018 menunjukkan prevalensi merokok pada anak-anak mencapai 9,65%. Menurut BPS, data tersebut mengacu pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan yang memasukkan rokok elektrik. Sementara data Susenas BPS hanya memasukkan rokok tembakau.

Meski prevalensi perokok anak jauh lebih rendah, prevalensi ini perlu terus ditekan. Jumlah perokok anak yang tinggi berarti akan menambah jumlah perokok di masa depan. Ini yang membuat kampanye rokok dibatasi di banyak negara termasuk Indonesia.

Rokok dan Sinema

Penelitian yang menunjukkan hubungan antara menonton adegan merokok di layar sinema atau produk populer lainnya dengan adopsi perokok muda, memang belum pernah dilakukan di Indonesia. Namun, sejumlah penelitian sudah dilakukan di beberapa negara lain.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) memperkirakan paparan merokok di layar dapat menciptakan 6 juta perokok muda baru pada 2014. Dua juta di antaranya berisiko meninggal dari penyakit yang disebabkan tembakau.

Pada 2012, Office of the Surgeon General di Kementerian Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan Amerika Serikat (AS) mengompilasi sejumlah penelitian yang mengaitkan antara adegan merokok dalam film pada periode 1999-2009 dan paparannya kepada penonton. Dalam kompilasi tersebut terdapat hubungan antara adegan merokok dengan keinginan merokok pada anak-anak. 

Salah satu penelitian dalam kompilasi tersebut melibatkan 2.603 anak 10-14 tahun di Amerika Serikat yang tidak pernah merokok. Setelah 18 bulan dari penelitian pertama, 1.999 anak kembali dihubungi dan hasilnya 10% di antaranya mencoba merokok setelah terpapar film yang terdapat adegan merokok.

Pada penelitian lain yang melibatkan 5.829 anak berumur 10-14 tahun yang tidak pernah merokok di Amerika Serikat. Setelah 24 bulan, sebanyak 4.547 responden dihubungi kembali dan menemukan 15,9% anak mencoba merokok dalam periode tersebut.

Selanjutnya, sebuah studi di Jerman yang melibatkan 2.711 anak 10-16 tahun bukan perokok. Satu tahun setelah kontak pertama, peneliti menghubungi kembali semua responden. Mereka menemukan 19% dari responden tersebut mencoba merokok setelah setahun.

Dalam penelitian Distefan dkk. (2004) menemukan adegan merokok bintang favorit di layar lebar dapat mempengaruhi anak-anak untuk merokok. Efek ini lebih signifikan untuk anak perempuan, sementara efeknya tidak terlihat di anak laki-laki.

Dampak adegan merokok di film juga lebih kuat untuk anak-anak yang sebenarnya risiko untuk merokok lebih rendah. Ini seperti anak-anak yang tumbuh di keluarga nonperokok atau anak-anak yang cenderung tidak mencari sensasi.

Selain itu, pengawasan orang tua terhadap film apa yang ditonton anaknya berpengaruh terhadap kecenderungan anak merokok. Penelitian Dalton dkk. (2006) menemukan orang tua yang membatasi anaknya menonton film untuk dewasa turut membatasi kemungkinan anaknya merokok.

Namun, yang menjadi masalah adalah masih adanya film dengan panduan umur 13 tahun ke atas memiliki adegan merokok. Ini menyebabkan risiko anak terpapar konten merokok meski akses film untuk dewasa dibatasi.

Panduan Umur Netflix Masih Abu-abu

Masalah panduan umur itu yang membuat Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan batasan umur untuk film-film yang memiliki adegan merokok pada 2016. Selain itu, penayangan merek dagang rokok perlu dihentikan.

Pembuat film juga perlu memastikan mereka tidak menerima imbalan dari siapapun jika memasukkan adegan merokok dalam filmnya. Terakhir, perlu ada iklan anti merokok sebelum film yang menunjukkan adegan merokok baik untuk penayangan di bioskop, televisi, dan streaming.

“Dengan semakin ketatnya pembatasan iklan tembakau, film menjadi salah satu saluran terakhir yang menayangkan adegan merokok tanpa batasan ke jutaan anak-anak,” kata Douglas Bettcher yang saat itu menjabat Direktur Departemen Pencegahan Penyakit Tidak Menular WHO.

Pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS) buatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memang membatasi penayangan rokok di layar kaca. Penayangan adegan merokok yang melibatkan anak-anak atau remaja dilarang sama sekali.

Sementara, penggambaran konsumsi rokok orang dewasa dapat dilakukan dengan dua syarat. Pertama, adegan konsumsi hanya untuk program yang ditujukan khalayak dewasa. Kedua, adegan ini perlu ditampilkan sebagai gaya hidup negatif atau melanggar hukum.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 14 tahun 2019 menjadi acuan Lembaga Sensor Film (LSF) untuk penyensoran layar lebar. Aturan ini tidak mengatur rokok atau tembakau secara eksplisit tetapi menyebut soal zat adiktif. Meski dalam UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan menggolongkan produk tembakau sebagai zat adiktif.

Masalahnya, konten Netflix dan penyedia layanan streaming lainnya tidak diatur dalam UU Penyiaran dan UU Perfilman hingga tidak bisa disensor baik KPI maupun LSF. Masalah ini juga menjadi salah satu poin pembahasan revisi UU Penyiaran di parlemen. 

Sebagai informasi, Gadis Kretek diberikan panduan umur 13+ oleh Netflix. Berdasarkan panduan umur Netflix, film ini cocok untuk remaja berumur 13 tahun ke atas. Namun, jika mengikuti KPI dan LSF, adegan merokok ini bisa membuat Gadis Kretek seharusnya diberikan panduan umur 17+ atau dewasa.

Dalam situsnya, Netflix menyebutkan panduan umur ditetapkan sendiri atau oleh lembaga standarisasi lokal jika memang diatur. Panduan umur ini dapat berbeda-beda tergantung wilayah penayangan.

Penetapan panduan umur yang dilakukan Netflix selama ini dilakukan berdasarkan dampak dan frekuensi konten dewasa dalam sebuah film. Ini seperti jumlah adegan kekerasan, seksual, bahasa dewasa, ketelanjangan, atau penyalahgunaan obat-obatan. 

Meski begitu, Netflix tidak menjelaskan batas apa yang membuat satu film atau serial mendapatkan panduan umur dewasa. Adegan merokok juga tidak disebutkan sebagai salah satu penentu apakah film dapat diberikan panduan umur dewasa atau remaja.

Referensi

Dalton, dkk. 2002. Relation between parental restrictions on movies and adolescent use of tobacco and alcohol. (Akses 13 November 2023)

Distefan, Pierce, & Gilpin. 2004. Do favorite movie stars influence adolescent smoking initiation? (Akses 13 November 2023)

JDIH BPK. 2019. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, dan Penarikan Film dan Iklan Film dari Peredaran. (Akses 14 November 2023)

JDIH BPK. 2023. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. (Akses 16 November 2023)

Komisi Penyiaran Indonesia. 2002. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. (Akses 15 November 2023)

Komisi Penyiaran Indonesia. 2012. Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). (Akses 14 November 2023)

Netflix. Maturity ratings for TV shows and movies on Netflix. (Akses 16 November 2023) 

U.S. Department of Health and Human Services. 2012. Preventing Tobacco Use Among Youth and Young Adults: A Report of the Surgeon General. (Akses 10 November 2023)

World Health Organization. 1 Februari 2016. “Films showing smoking scenes should be rated to protect children from tobacco addiction” (Akses 10 November 2023)

---------------

Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id.