Cek Data: Benarkah Nyamuk Wolbachia Berbahaya Bagi Manusia?

ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/hp.
Petugas menunjukkan sampel nyamuk aedes aegypti yang sudah disuntikkan bakteri Wolbachia saat peluncuran kampanye metode Wolbachia untuk cegah demam berdarah dengue (DBD) di Denpasar, Bali, Selasa (6/6/2023).
Penulis: Reza Pahlevi
6/12/2023, 16.56 WIB

Pemerintah berencana menyebar nyamuk yang mengandung bakteri wolbachia ke sejumlah daerah. Populasi nyamuk wolbachia diharapkan dapat menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) yang disebabkan nyamuk aedes aegypti. Namun penyebaran nyamuk wolbachia dikhawatirkan dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat.

Kontroversi

Pemerintah tengah menyiapkan program penyebaran nyamuk wolbachia di lima kota. Kelima kota ini adalah Semarang (Jawa Tengah), Jakarta Barat (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Bontang (Kalimantan Timur). Program ini diharapkan dapat mengendalikan penyakit DBD. 

Perluasan daerah sebaran nyamuk wolbachia ini didasarkan pada keberhasilan uji coba di Provinsi DI Yogyakarta. Uji coba ini pertama kali dilakukan World Mosquito Program (WMP) pada 2017. Hasilnya, penyebaran nyamuk dengan wolbachia berhasil menurunkan kasus DBD sebesar 77%.

Kesuksesan Yogyakarta membuat WMP mencoba melanjutkan program ke Provinsi Bali. Namun, ada penolakan dari masyarakat sehingga proyek ini ditunda. 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, penolakan masyarakat ini disebabkan kurangnya informasi. Masyarakat Bali khawatir karena tidak tahu dampak, risiko, dan manfaat penyebaran nyamuk dengan Wolbachia.

“Di Bali memang ditangani salah satu donatur yang membiayai, hingga koordinasi dengan Dinas Kesehatan itu kurang,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, dr Maxi Rein Rondonuwu pada Jumat, 24 November 2023.

Kekhawatiran membesar setelah mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari yang mempertanyakan metode pengendalian DBD ini. Dia khawatir penyebaran nyamuk justru dapat merusak dan mengganggu lingkungan.

Selain itu, dia menambahkan, tidak menginginkan Indonesia mengalami kejadian uji coba di Sri Lanka dan Singapura yang mengalami kegagalan.

“Sri Lanka setelah sekian tahun diujicobakan dengan nyamuk itu, timbul nyamuk lebih ganas. Singapura tadinya mengikuti proyek ini, tetapi jumlah nyamuknya jadi dua kali lipat. Akhirnya Singapura mengundurkan diri dari proyek,” kata Siti dalam saluran Youtube pribadinya.

Faktanya

DBD adalah penyakit menular bawaan nyamuk yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia. Penelitian memperkirakan ada 4 miliar orang yang berisiko terinfeksi DBD di 129 negara tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. 

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menggolongkan Indonesia sebagai negara dengan risiko kemunculan DBD sering. Pada 2022, data Kemenkes mencatat total 143.176 kasus DBD dengan jumlah kematian 1.236 jiwa.

Selama ini Indonesia sudah memiliki beberapa metode untuk mengurangi kasus DBD. Misalnya melalui kampanye 3M yakni menguras, menutup, dan mengubur. Kemudian pemberantasan sarang nyamuk dengan cara pengasapan (fogging) dan gerakan 1 rumah 1 juru pemantau jentik nyamuk. Meski begitu, beberapa pendekatan ini belum berhasil menurunkan jumlah kasus DBD secara signifikan.

Penyebaran nyamuk dengan bakteri wolbachia adalah cara baru dalam menangani DBD. Salah satu yang memperkenalkan metode ini dilakukan World Mosquito Program (WMP), lembaga non-profit yang dikelola Universitas Monash, Australia. Uji coba pertama dilakukan di Far North Queensland dan berhasil menghilangkan hampir seluruh kasus DBD di daerah tersebut.

Wolbachia adalah bakteri yang terdapat di serangga, termasuk nyamuk. Penelitian menemukan wolbachia dapat menghadang virus seperti dengue, chikungunya, demam kuning, dan Zika yang dibawa nyamuk. Namun, nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue tidak termasuk serangga yang memiliki wolbachia secara alami. 

Metode wolbachia dilakukan dengan melepaskan nyamuk yang mengandung bakteri tersebut ke daerah yang terdapat banyak nyamuk aedes aegypti. Lewat perkawinan, nyamuk aedes aegypti akan mengandung bakteri wolbachia. 

Nyamuk dengan wolbachia tidak menyebarkan virus atau bakteri ketika menggigit manusia. Ketika populasi nyamuk dengan wolbachia semakin banyak, jumlah kasus penyakit yang dibawa nyamuk pun diharapkan turun.

Di Indonesia, metode ini pertama kali diujicobakan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Proyek ini dipimpin Adi Utarini, profesor manajemen dan kebijakan kesehatan dari Universitas Gadjah Mada. Uji coba skala terbatas pertama kali dilakukan pada 2013.

Pada 2016, eksperimen yang lebih luas dilakukan di Kota Yogyakarta. Uji acak terkendali (RCT) melibatkan tujuh kelurahan di daerah barat Yogyakarta sebagai area intervensi dan tiga kelurahan di daerah timur sebagai area kontrol. Area intervensi adalah area yang disebar nyamuk wolbachia sementara area kontrol tidak disebar.

Penyebaran nyamuk wolbachia selesai pada Maret 2017. Penelitian menunjukkan insidensi DBD di area intervensi jauh lebih rendah dari area kontrol, bahkan ketika jumlah kasus sempat memuncak setelah penyebaran. 

Pada April 2019, insidensi atau kasus DBD per 100.000 penduduk mencapai 56,7 di area kontrol. Insidensi ini jauh lebih tinggi dari area intervensi yang hanya 7,7 pada periode yang sama.

Uji acak terkontrol yang dilakukan tim Wolbachia Indonesia bersama World Mosquito Program memperluas daerah uji coba menjadi 12 area intervensi dan 12 area kontrol di seluruh Kota Yogyakarta. Hasilnya adalah penurunan insidensi DBD sebesar 77,1% dan penurunan hospitalisasi akibat DBD sebesar 86,2%. 

Temuan serupa tidak hanya di Indonesia. Uji coba di Aburra Valley, Kolombia, menemukan insidensi DBD lebih rendah 95-97% setelah penyebaran wolbachia. Insidensi dengue dan chikungunya di daerah yang disebarkan wolbachia juga memiliki insidensi lebih rendah di Rio de Janeiro, Brasil.

Menjawab Siti Fadilah

Melalui akun Youtube pribadinya, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah mempersoalkan penyebaran nyamuk wolbachia yang tengah dilakukan pemerintah.

“Apakah Indonesia perlu? Selama ini tidak ada berita apakah kasus melonjak, rumah sakit-rumah sakit membludak. Zaman saya jadi menteri tahun 2007, demam berdarah luar biasa. Tahun 2022-2023, it’s okay. Program-program Kemenkes berjalan sangat bagus, apa itu PSN (pemberantasan sarang nyamuk), 3M (menguras, menutup, mengubur), jumantik (juru pemantau jentik), abatisasi.”

Insidensi DBD memang sempat melonjak pada 2007 seperti kata Siti Fadilah. Pada saat itu, tingkat insidensi DBD mencapai 71,78 kasus per 100.000 penduduk. Insidensi sempat meningkat menjadi 78,9 kasus per 100.000 penduduk pada 2016. 

Insidensi memang turun sejak saat itu, tetapi hal ini tidak berarti Indonesia sudah aman dari DBD. Pada 2022, insidensi DBD mencapai 52,07 kasus per 100.000 penduduk, sekaligus yang tertinggi sejak 2016. Jika dilihat secara total kasus, ada 143.176 kasus DBD dengan kematian 1.236 jiwa. 

Publikasi Kemenkes tentang dengue menyebut program seperti PSN, 3M, dan gerakan 1 rumah 1 jumantik dilakukan dalam periode tersebut. Namun, jumlah kasus tidak turun signifikan.

“Kalau kita panggil nyamuk-nyamuk itu yang kita belum tahu efek jangka panjangnya. Bagaimana Anda bisa mengendalikan nyamuk-nyamuk yang sudah dilakukan gene drive? Kita belum tentu bisa mengendalikannya di lapangan. Bisa bikin efek-efek yang tidak terduga.”

Gene drive yang dimaksud Siti Fadilah adalah rekayasa genetika. Namun, metode wolbachia tidak mengubah nyamuk yang secara genetik. Mengutip CDC, wolbachia ditemukan di 6 dari 10 spesies serangga di dunia. Memasukkan wolbachia ke nyamuk aedes aegypti lewat perkembangbiakan tidak mengubah genetiknya.

Efek penyebaran wolbachia pun sudah diteliti. Analisis risiko menemukan hanya ada risiko kecil penyebaran wolbachia antarorganisme, seperti dari nyamuk ke manusia. Kalaupun ada kasus penyebaran, wolbachia tidak membahayakan untuk organisme lain.

Metode wolbachia pun lebih berkelanjutan berbeda dengan fogging yang harus dilakukan setiap memasuki musim rawan DBD. Penelitian di Australia menemukan nyamuk yang telah terinfeksi wolbachia tetap memiliki bakteri setelah 7 tahun. Ini berarti DBD dapat terkendali secara alami.

Penelitian di Yogyakarta juga menemukan penyebaran wolbachia mengurangi frekuensi fogging atau penyemprotan insektisida. Dengan begitu, pemerintah daerah dapat menghemat pengeluaran pengendalian DBD di masa depan.

Contohnya Sri Lanka, setelah sekian tiga tahun dicobakan dengan nyamuk itu, timbullah nyamuk lebih ganas. Kemudian, Singapura tadinya mengikuti WMP tapi ternyata justru terjadi kenaikan 2 kali lipat. Maka Pemerintah Singapura mengundurkan diri dari proyek WMP.”

Tidak ada referensi yang menyebut munculnya nyamuk baru lebih ganas di Sri Lanka setelah penyebaran wolbachia. Uji coba WMP di Colombo, Sri Lanka dimulai pada 2018 dan selesai pada 2021. Area penyebaran dilakukan di wilayah seluas 20 km2 Belum ada penelitian yang dirilis berdasarkan uji coba skala terbatas di Sri Lanka.  

Sebagai perbandingan, Indonesia melakukan uji coba skala terbatas pada 2013 dan baru melakukan uji coba skala lebih luas pada 2016. Hasil uji coba lebih luas baru muncul pada 2020. Artinya, proses penelitian memang tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa.

Sementara Singapura tidak memiliki kerja sama dengan WMP. Singapura memiliki proyek wolbachia secara mandiri yang dipimpin oleh Badan Lingkungan Nasional. Proyek itu pun tidak pernah dihentikan sejak 2016. 

Mengutip Channel News Asia, proyek wolbachia sudah mencakup sekitar 25% rumah tangga Singapura. Di beberapa lokasi proyek seperti Tampines, Yishun, dan Choa Chu Kang, kasus DBD berhasil turun hingga 88%. Meski begitu, jumlah kasus DBD nasional memang belum dapat ditekan secara signifikan.

Dr Ng Lee Ching, seorang direktur di Badan Lingkungan Nasional, mengatakan wolbachia bukan peluru emas penanggulangan DBD. Meski dapat mengurangi penyebaran DBD, Wolbachia harus dilengkapi usaha pengendalian lain.

Meski begitu, tidak ada penghentian proyek wolbachia di Singapura seperti kata Siti Fadilah. Singapura bahkan akan memperluas penyebaran wolbachia di lima daerah residensial baru pada 2024. Ini akan meningkatkan cakupan rumah tangga dari 350 ribu menjadi 480 ribu.

Referensi

Buchori, D., dkk. (2022). “Risk Assessment on the Release of Wolbachia-Infected Aedes aegypti in Yogyakarta, Indonesia” (Akses 1 Desember 2023)

Centers for Disease Control and Prevention. “Dengue Around the World” (Akses 28 November 2023)

Centers for Disease Control and Prevention. “Mosquitoes with Wolbachia for reducing numbers of Aedes aegypti mosquitoes” (Akses 4 Desember 2023)

Channel News Asia. 21 September 2023. “Project Wolbachia: 300 million mosquitoes released but not a silver bullet to deal with dengue, says NEA” (Akses 4 Desember 2023)

Dainty, K. R. (2021). “wMel Wolbachia genome remains stable after 7 years in Australian Aedes aegypti field populations” (Akses 4 Desember 2023)

Indriani, C., dkk. (2023) “Impact of randomised wmel Wolbachia deployments on notified dengue cases and insecticide fogging for dengue control in Yogyakarta City” (Akses 4 Desember 2023)

Indriani, C., dkk. (2020). “Reduced dengue incidence following deployments of Wolbachia-infected Aedes aegypti in Yogyakarta, Indonesia: a quasi-experimental trial using controlled interrupted time series analysis” (Akses 1 Desember 2023)

Murray, J. V., Jansen, C. C. & De Barro, Paul. (2016). “Risk Associated with the Release of Wolbachia-Infected Aedes aegypti Mosquitoes into the Environment in an Effort to Control Dengue” (Akses 4 Desember 2023)

Kementerian Kesehatan. 2023. Laporan Tahunan 2022 Demam Berdarah Dengue: Membuka Lembaran Baru. (Akses 29 November 2023)

Komisi IX DPR RI. 28 November 2023. “KOMISI IX DPR RI RAPAT KERJA DENGAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI”. Youtube. (Akses 30 November 2023)

O’Neill, S. L. (2016). “Wolbachia mosquito control: tested” (Akses 4 Desember 2023)

Siti Fadilah Supari Channel. 17 November 2023. “PRO KONTRA PENYEBARAN NYAMUK WOLBACHIA DI INDOESIA, ADA AGENDA TERSELUBUNG?”. Youtube. (Akses 28 November 2023)

The Straits Times. 22 November 2023. “Five more residential areas to be part of Project Wolbachia to curb dengue” (Akses 4 Desember 2023)

World Mosquito Program. “How it works” (Akses 28 November 2023)

World Mosquito Program. Juni 2021. “Applying Wolbachia to Eliminate Dengue – A randomised controlled trial” (Akses 29 November 2023)

---------------

Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id.