Pemerintah Prioritaskan Aturan Perlindungan Konsumen E-Commerce

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Pekerja memilah paket barang di gudang logistik TIKI di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
31/8/2017, 16.01 WIB

Peraturan Presiden (Perpres) nomor 74 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik merupakan acuan dalam mengembangkan bisnis e-commerce di Indonesia. Dalam regulasi turunannya, Kepala Subdit Tata Kelola e-Business Direktorat e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika Nyoman Adhiarna menyatakan, perlindungan konsumen harus diprioritaskan.

Rencananya, perlindungan konsumen dalam transaksi perdagangan elektronik akan diatur oleh Kementerian Perdagangan. "E-commerce yang paling penting harus aman ke konsumen," ungkap Nyoman dalam diskusi tentang e-commerce di Jakarta, Kamis (31/8).

(Baca juga: Menteri Enggar Minta Mal Berinovasi Agar Menyaingi E-Commerce)

Dia menjelaskan, proses analisis data yang dilakukan untuk proyek big data harus bisa menjadi patokan layanan yang lebih baik untuk masyarakat. Pemerintah harus melindungi data konsumen yang sudah didaftarkan ke dunia digital.

Oleh karena itu, pemerintah menerapkan sistem blockchain untuk mengantisipasi penyalahgunaan data konsumen di dunia digital. Sistem ini akan lebih aman karena data transaksinya tidak terdistribusi ke banyak pihak.

Menurut catatan Kemenkominfo, pada 2017, ada 130,8 juta orang menggunjungi e-commerce jual beli produk. Sementara transaksi online telah dilakukan oleh 84,2 juta orang.

(Baca juga: Mewabahnya E-Commerce Geser Tren Properti dari Toko ke Gudang)

Nyoman juga menyebut, pemerintah mulai membangun kepercayaan konsumen dengan mengembangkan National Payment Gateway. Peraturan Bank Indonesia (PBI) akan membuka peluang seluruh bank di dalam negeri untuk masuk dalam sistem pembayaran.

Peraturan ini berisi tentang interkoneksi antaruang elektronik dari perbankan. "Pembayaran bisa dilakukan secara lokal sehingga tidak perlu ke luar negeri," ujarnya lagi.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Djohan juga menyatakan hal yang sama. Saat ini, sebagai pemilik bisnis logistik 'Raja Pindah', dia menyatakan hal yang diperlukan konsumen adalah kepercayaan dan kepastian.

"Selama ini, kesulitan pemerintah untuk mengatur e-commerce adalah koordinasi lintas sektor. Padahal, ada target tahun 2020 yang harus dikejar,"  ujarnya.

Reporter: Michael Reily