Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menyatakan aplikasi lokapasar asal Cina, Temu kembali mendaftarkan hak kekayaan intelektual di Indonesia.
Pendaftaraan tersebut dilakukan Temu pada 22 Juli 2024. Ini menjadi percobaan aplikasi model bisnis pabrikan ke konsumen itu yang ketiga setelah melakukan pendaftaran pertama kalinya pada 7 September 2022.
Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif KemenKopUKM Fiki Satari mengatakan Temu melakukan pendaftaran ketiga melalui dua entitas berbeda. Entitas pertama adalah kantor pusat Temu di Cina, sedangkan entitas lainnya adalah entitas lokal.
"Persoalannya adalah pembuatan platform lokapasar di dalam negeri terbuka lebar karena investasi di sektor tersebut tidak diatur Kementerian Investasi," kata Fiki di kantornya, Selasa (6/8).
Salah satu kekhawatiran pemerintah terhadap Temu adalah fitur yang memotong seluruh rantai pasok antara produsen dan konsumen. Selain itu, Temu menawarkan layanan gratis ongkos kirim untuk hampir semua pesanan dengan waktu pengiriman 5-20 hari.
Temu memasok produk kebutuhan sehari-hari atau consumer goods yang terhubung dengan 25 pabrik di Cina langsung ke konsumen. Proses ini menghilangkan peran reseller, affiliator, dan distributor, sehingga harga produknya murah.
Direktur Utama Smesco Indonesia Wientor Rah Mada menilai model bisnis Temu bisa dilakukan lantaran kondisi Cina yang kelebihan pasokan saat ini. Dengan kata lain, Wientor menduga Temu menggunakan praktek dumping agar dapat menjual produknya dengan harga yang sangat murah di negara tertentu.
Untuk diketahui, Temu telah beroperasi di beberapa negara anggota ASEAN seperti Malaysia dan Thailand. Wientor menemukan produk Temu di Negeri Gajah Putih didiskon hingga 90% serta barang gratis di Amerika Serikat belum lama ini.
"Asumsi kami, yang Temu jual adalah barang-barang yang tidak laku di Cina dan dilempar ke negara lain. Artinya, pasti ada praktek dumping," kata Wientor.
Wientor menilai Temu sangat mungkin melakukan dumping melalui lokapasar di dalam negeri. "Sebab, kondisi perekonomian di Cina memaksa pelaku usaha harus mengeluarkan barangnya ke luar negeri," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim menilai Temu akan sulit menerapkan model bisnisnya di Indonesia. Sebab, model bisnis yang diterapkan Temu di negeri asalnya Cina akan memotong rantai pasok antara produsen dan konsumen.
Isy menjelaskan model bisnis tersebut tidak dapat dilakukan di Indonesia karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan. Menurutnya, PP No. 29 Tahun 2021 melarang produsen langsung mengirimkan produknya langsung ke konsumen tanpa keterlibatan distributor.
"Masih ada penghalang untuk Temu beroperasi di Indonesia," kata Isy di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (13/6).