Kinerja keuangan Huawei Technologies Co, melambat pada kuartal I/2020 sebagai dampak sanksi larangan dagang dari Amerika Serikat (AS) dan pandemi corona atau Covid-19. Pendapatan perusahaan naik 1,4% menjadi 182,2 miliar yuan atau sekitar US$ 25,72 miliar setara Rp 404 triliun.
Kenaikan ini sangat jauh dibandingkan perolehan setahun lalu yang tumbuh 39%. Margin laba bersih selama kuartal 1/2020 juga turun menjadi 7,3% dari 8% pada tahun lalu.
"Meski pertumbuhan telah melambat, tetapi ini juga merupakan kinerja yang tangguh dalam menghadapi daftar entitas dan virus corona yang kita hadapi saat ini," kata Wakil Presiden Victor Zhang dikutip dari Reuters, Selasa (21/4).
(Baca: Meski Disanksi AS, Huawei Raup Pendapatan Rp 1.710 Triliun pada 2019)
Pandemi corona menekan permintaan smartphone di dunia, yang selama ini menjadi komoditas andalan Huawei. Ditambah, peluncuran jaringan 5G global telah melambat.
Tekanan terhadap Huawei semakin besar dengan langkah Washington yang memasukkan perusahaan ke dalam daftar hitam (black list) sejak Mei 2019. Alasannya kekhawatiran keamanan nasional sehingga membatasi penjualan barang-barang buatan AS kepada perusahaan. Reuters melaporkan, perusahaan menghasilkan pertumbuhan laba tahunan terlemah dalam tiga tahun yakni pada 2019.
Huawei pernah mengatakan bahwa 2020 akan menjadi tahun yang paling sulit, seiring AS tidak menunjukkan tanda-tanda pelonggaran pembatasan perdagangan sementara juga menekan sekutunya untuk mengecualikan perusahaan Tiongkok dari jaringan 5G.
Bahkan, menurut informasi sebuah sumber, Washington sedang mempersiapkan langkah-langkah baru yang akan membatasi pasokan chip ke Huawei.
(Baca: Ditopang Segmen Chip, Laba Samsung Kuartal I Diproyeksi US$ 5,2 Miliar)
Zhang mengatakan pembatasan baru itu tidak akan masuk akal secara ekonomi. "Huawei ingin bekerja dengan semua perusahaan, semua mitra, dan semua pemasok, termasuk perusahaan Amerika," ujar Zhang.
Sebelumnya, raksasa teknologi asal Tiongkok ini mencatatkan pendapatan pada tahun lalu mencapai 858,8 miliar yuan atau sekitar Rp 1.710 triliun dengan asumsi kurs tengah BI Rp 1.990,8 per yuan. Pendapatan tersebut tumbuh 19,1% di banding tahun sebelumnya meski perusahaan tengah terkena sanksi Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan tahunan perusahaan, Huawei berhasil mencatatkan keuntungan bersih sebesar 62,7 miliar yuan atau sekitar Rp 124,8 triliun. Sedangkan arus kas dari kegiatan operasional melampaui 91,4 miliar yuan, naik 22,4% dibanding tahun sebelumnya.
Sanksi yang diberikan AS kepada Huawei pada tahun lalu menyebabkan produk telepon pintarnya tak dapat menggunakan perangkat teknologi produksi Negeri Paman Sam itu, seperti Google.
Meski begitu, sanksi itu belum begitu berdampak karena perangkat teknologi asal AS masih bisa dipakai di sejumlah produk Huawei yang telah dirilis sebelumnya. Sepanjang 2019, raksasa teknologi Tiongkok itu berhasil menjual 240 juta unit ponsel pintar.
(Baca: Huawei Gandeng Bank Rusia, Xiaomi, OPPO, dan Vivo untuk Lawan AS)