Mesin CEIR Kominfo Penuh, Distribusi Ponsel Baru Terancam Macet

ANTARA FOTO/Makna Zaezar.
Penjual melayani calon pembeli di salah satu gerai produk ponsel, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Selasa (21/4/2020). Kementerian perdagangan mengingatkan pelaku usaha produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) untuk mematuhi peraturan Internasional Mobile Equipment Identity (IMEI) dan akan memberikan sanksi bagi penjual produk ilegal berupa penarikan barang dan pencabutan izin berjualan.
Penulis: Pingit Aria
10/10/2020, 16.23 WIB

Program pemblokiran International Mobile Equipment Identity atau IMEI untuk ponsel ilegal atau black market oleh pemerintah ternyata memunculkan masalah baru. Kapasitas mesin pengolah data IMEI milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) penuh sehingga tidak bisa menerima pendaftaran ponsel baru.

Akibatnya, produsen dan distributor ponsel pun tidak bisa memasarkan produk. Mereka mengadu ke Kementerian Perindustrian.

Salah satu produse ponsel yang mengadu adalah Mito Mobile. CEO Mito Mobile Hansen menyatakan, sejak tanggal 15 September 2020, semua tanda pendaftaran produk (TPP) tidak bisa masuk ke sistem centralized equipment identity register (CEIR) sebagai pusat pengolahan data IMEI.

Kondisi ini menurutnya sangat berdampak terhadap kelangsungan industri ponsel. Bagaimana tidak, ponsel yang baru yang diproduksi secara sah itu tidak bisa diaktifkan sehingga menumpuk di gudang.

Seperti diketahui, pemblokiran IMEI ponsel illegal atau black market mulai berlaku pada 15 April 2020 lalu. “Kami bisa terkena resesi lebih cepat jika sistem ini tidak cepat diperbaiki. Padahal ponsel kami resmi, semestinya tidak terblokir,” kata Hansen dalam keterangannya, Jumat (9/10).

Menurut Hansen, sulitnya menginput TPP IMEI ke dalam sistem CEIR menjadi pertaruhan hidup dan matinya industri ponsel, bukan hanya Mito Mobile. "Kami berharap, pihak terkait yang berkenaan dengan pengelolaan CEIR, bisa segera memberikan solusi,” katanya.

Hansen menilai, regulasi yang dibuat dengan spirit untuk menumbuhkan industri ponsel nasional, harus dibarengi dengan kesiapan infarstruktur yang memadai. "Jangan sampai, malah menimbulkan masalah baru bagi industri," tuturnya.

Ketua Bidang Hubungan Pemerintah Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), Syaiful Hayat mengatakan bahwa sejak tanggal 23 September 2020 mendapat laporan bahwa 95% kapasitas dalam sistem CEIR telah terpakai. Kondisi itu menyebabkan IMEI dari Tanda Pendaftaran Produk (TPP) tidak dapat diunggah ke sistem CEIR.

Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET), Kementerian Perindustrian Dini Hanggandari menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 108 Tahun 2012, pelaku usaha wajib memasukan data realisasi TPP impor maupun TPP produksi untuk di-upload ke dalam sistem CEIR.

Masalahnya, Kementerian Perindustrian tidak memiliki data perangkat yang masih aktif sehingga semua data TPP ponsel yang diproduksi sejak delapan tahun lalu itu dimasukkan dalam sistem CEIR. “Akibatnya, sistem CEIR menjadi penuh dan dikhawatirkan akan down karena terlalu banyak data," ujarnya dalam sebuah diskusi, 1 Oktober 2020 lalu.

Operator CEIR kini diminta untuk membersihkan data perangkat yang sudah tidak aktif. "Kami bersama Kominfo masih mencari solusi ideal, untuk memecahkan masalah yang ada,"  kata Dini.

Masalah Selesai?

Bagaimanapun, saat dikonfirmasi pada Sabtu (10/10), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan masalah itu telah terselesaikan. Sistem CEIR sebagai pusat pengolahan informasi IMEI telah pulih.

"Sistem CEIR sudah bisa memasukkan IMEI baru," kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Ismail, melalui pesan singkat kepada Antara.

Ia tidak menjelaskan berapa banyak data yang dibersihkan dari sistem CEIR atau berapa kapasitasnya yang tersisa saat ini.

Sebagai informasi, satu ponsel dengan dua slot simcard memiliki dua nomor IMEI. Jika melihat dari data penjualan ponsel baru sebanyak 35 juta per tahun tahun dikali dua SIM Card, maka dalam setahun ada 70 juta IMEI beredar.

Bila setahun ada 250 hari kerja, maka setiap hari kerjanya ada 280.000 IMEI baru yang diproses di sistem CEIR. "Jadi kalau bisa dikosongkan  atau disediakan untuk 10 juta IMEI, maka akan bisa diisi untuk 35 hari kerja, kalau cuma 500 ribu hanya untuk 2 hari kerja saja," kata Ketua Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) Ali Soebroto.

Reporter: Antara