Grab dikabarkan tengah melakukan pembicaraan dengan PT Elang Mahkota Teknologi (Emtek) untuk membeli Dana dan menggabungkannya dengan OVO. Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya untuk melawan dominasi Gojek dengan dompet digital GoPay.
Bila akuisisi betul terjadi, maka bisa menjadi babak baru bagi persaingan di bisnis dompet digital. Pasalnya, berdasarkan data iPrice, Gopay tercatat sebagai dompet digital dengan pengguna aktif terbanyak di Indonesia. Sedangkan OVO dan Dana berada di posisi kedua dan ketiga.
Hingga kini, OVO dan Dana belum memberikan konfirmasi terhadap kabar tersebut. “Kami tidak berkomentar terhadap rumor dan spekulasi,” kata Juru Bicara Ovo kepada katadata.co.id, Rabu (11/9). Pernyataan senada disampaikan CEO Dana Vincent Iswara. “We can’t comment on market rumor,” ujarnya.
(Baca: Salip Gopay, Grab Akan Akuisisi DANA dari Emtek)
Lantas, bagaimana strategi GoPay dalam menghadapi kompetisi ke depan? Head of Corporate Communications GoPay Winny Triswandhani mengatakan fokus perusahaan saat ini adalah terus menggandeng berbagai pihak, baik pemerintah, institusi keuangan, perusahaan swasta hingga perusahaan kelas dunia agar seluruh lapisan masyarakat Indonesia dapat menikmati keuntungan dari pembayaran non-tunai.
“Mengenai kompetisi, menurut kami yang penting adalah bagaimana kita bisa bergandengan tangan untuk membantu seluruh masyarakat Indonesia. Kami akan selalu bekerja keras untuk memberikan alasan kuat bagi pengguna agar selalu memilih GoPay,” kata dia.
(Baca: Babak Baru Pertarungan Gojek dan Grab di Tiga Layanan)
Di sisi lain, CEO LinkAja Danu Wicaksana menilai konsolidasi bisnis hal yang normal terjadi di semua industri. Ia pun menyambut baik kabar rencana penggabungan OVO dan Dana. “Kami berharap LinkAja dan pemain e-money yang lain dapat semakin cepat dan efisien dalam meningkatkan keuangan inklusif di Indonesia,” ujarnya.
idEA: Pemain Sedikit Persaingan Tak Terlalu Sengit
Bila OVO dan Dana betul-betul bergabung, posisi dompet digital ini akan semakin kuat. Lantas bagaimana sengitnya persaingan ke depan? Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan dengan jumlah pemain yang lebih sedikit di bisnis dompet digital, persaingan tidak akan terlalu sengit.
Ia mencontohkan persaingan di bisnis aplikasi ride hailing (berbagi tumpangan). “Yang besar cuma dua. Itu sudah cukup jadi tidak perlu saling membunuh karena dua saja kuenya cukup besar untuk masing-masing,” kata dia kepada katadata.co.id.
Ia mengatakan, jumlah perusahaan besar yang bermain di bisnis dompet digital saat ini ada empat perusahaan. Jumlah ini saja, menurut dia, agak banyak. Ia sepakat, dengan penggabungan bisnis, harapannya persaingan jadi lebih sehat. “Walaupun enggak tahu, karena pemain punya ambisi masing-masing, target masing-masing,” ujarnya.
Lantas, apakah perang diskon masih akan berlanjut? Untung menilai perang diskon sebetulnya kurang bagus. “Diskon itu enggak menjamin apa-apa, hanya akuisisi transaksi, bukan user, karena begitu diskon selesai apa yang menjamin pengguna akan tetap pakai?” ujarnya.
Di sisi lain, promosi semacam ini menyulitkan pemain baru untuk masuk. “Konsumen sih senang. Buat industri trade barrier-nya pemain yang modalnya enggak begitu besar jadi enggak bisa masuk,” kata dia.