KPPU Belum Temukan Pelanggaran dalam Perang Harga Gojek dan Grab

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pengemudi ojek daring yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia atau Garda melakukan aksi di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (27/3). Dalam aksinya mereka menuntut kebijakan rasionalisasi tarif ojek daring.
5/3/2019, 06.11 WIB

Subsidi dan perang tarif menjadi bagian dari skema promosi oleh aplikator seperti Gojek dan Grab. Meski begitu, Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum menemukan adanya aplikator yang menetapkan tarif hingga mengancam keberlangsungan industri ini (predatory pricing) atau dikenal dengan monopoli.

Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan, ada beberapa laporan terkait predatory pricing di industri berbagi tumpangan (ride-hailing) ke instansinya. Namun, hingga kini ia belum menemukan adanya bukti kuat atas laporan tersebut.

(Baca: Pembahasan Tarif Ojek Online Masih Temui Jalan Buntu)

Predatory pricing yang dimaksud yakni strategi untuk menggaet konsumen, dengan menawarkan harga termurah. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pembuktian atas predatory pricing harus melalui proses penelitian, penyelidikan, kesimpulan hasil pemeriksaan, dan persidangan.

Saat ini, KPPU masih mengkaji laporan terkait dugaan adanya predatory pricing di industri berbagi tumpangan ini. "Jadi ada atau tidaknya predatory pricing  harus melalui mekanisme yang akan kami tentukan, yakni dalam tanda kutip pemberkasan dan persidangan,” ujar dia di kantornya, Senin (4/3).

Salah satu aplikator yang diadukan oleh mitra pengemudi adalah Grab dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI). "Sudah masuk ke tahap penyelidikan, batas waktu belum habis, masih menunggu investigasi. Apakah masuk ke pemberkasan atau tidak?" kata Guntur.

(Baca: Kemenhub Batalkan Kewajiban 8 Jam Kerja bagi Pengemudi Ojek Online)

Apabila dari hasil investigasi ditemukan adanya pelanggaran, termasuk predatory pricing, maka KPPU akan memberikan surat peringatan pertama hingga ketiga kepada aplikator yang bersangkutan. Bila surat peringatan tidak diindahkan, maka KPPU bisa memberikan denda dan menutup perusahaan.

Namun, secara keseluruhan, KPPU belum menemukan adanya usaha yang terbukti melakukan predatory pricing. "Kami (bertugas untuk) memastikan kemitraan berjalan dengan cukup seimbang, sehingga pelaku usaha (mitra pengemudi) tidak dikuasai (oleh aplikator)," kata Guntur.

Reporter: Cindy Mutia Annur