Bos Twitter melindungi karyawannya yang mendapatkan serangan terkait pemberian label cek fakta ke cuitan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. CEO Twitter Jack Dorsey mengatakan bahwa ia yang bertanggung jawab atas tindakan Twitter yang memberikan tautan cek fakta pada cuitan Trump mengenai manipulasi dalam pemilu November 2020.
Dorsey menyatakan akan terus melanjutkan label cek fakta untuk menunjukkan informasi yang salah dan menyesatkan. "Kami akan terus menunjukkan informasi yang salah atau disengketakan tentang pemilihan umum secara global," ujar Dorsey dikutip dari Business Insider, Kamis (28/5). "Dan kami akan mengakui atas kesalahan yang kami buat," ujar dia.
(Baca: Pendiri Facebook Kritik Twitter Setelah Trump Ancam Ubah Aturan Medsos)
Trump melakukan Tweetstorm alias cuitan dalam jumlah banyak setelah Twitter melabeli cek fakta dan menuduh perusahaan 'mengganggu' dalam pemilu 2020 karena dianggap 'pidato gratis' di platform tersebut.
Twitter Safety menjelaskan, tautan pengecekan fakta tentang surat suara diperlukan karena dianggap dapat membingungkan pemilih saat menerima surat suara dan berpartisipasi dalam proses pemilihan.
"Kami juga ingin memberikan konteks dan percakapan tambahan terkait dengan penipuan pemilih dan surat suara. Kami memiliki serangkaian perbaikan, dan dalam beberapa kasus kami menambahkan label yang menghubungkan ke lebih banyak konteks," ujar akun @TwitterSafety, Rabu (28/5).
Salah seorang karyawan Twitter yakni Kepala Integritas Situs Twitter Yoel Roth mendapatkan serangan karena dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas pelabelan cek fakta atas cuitan Trump.
Roth menjadi sasaran kritik pendukung Trump lantaran ia sempat mencuitkan kritik terhadap Trump pada 2016 dan 2017. Dalam cuitannya, ia menyebut bahwa Trump sebagai rasis dan NAZI sebenarnya di Gedung Putih.
(Baca juga: Buntut Cek Fakta Twitter, Trump Lancarkan 'Perang' dengan Media Sosial)
Twitter mengklarifikasi bahwa Roth bukan satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk membuat keputusan terhadap pelabelan cuitan Trump itu.
"Tidak seorang pun di Twitter yang bertanggung jawab atas kebijakan atau tindakan penegakan hukum kami, dan sangat disayangkan melihat seorang individu karyawan menjadi target atas hasil keputusan perusahaan," ujar juru bicara Twitter dikutip dari CNN International, Rabu (27/5).
Twitter memberikan label cek fakta pada cuitan Trump, Selasa (26/5), karena berpotensi menyebabkan manipulasi sebagai informasi menyesatkan. “Kotak surat akan dirampok, surat suara akan dipalsukan, bahkan dicetak secara ilegal dan ditandatangani secara curang,” tulis Trump di dalam akun Twitter-nya @realDonaldTrump.