Lompatan besar digapai eFishery dengan menggaet 30 ribu pembudi daya ikan di Indonesia per Januari lalu. Startup perikanan itu pun berencana ekspansi hingga Cina setelah mendapat pendanaan seri C senilai US$ 90 juta atau Rp 1,3 triliun awal tahun ini.
Namun sukses itu tak diperoleh semudah membalikkan telapak tangan. Co-founder sekaligus CEO Gibran Huzaifah menceritakan masa-masa awal yang penuh tantangan, seperti mendapatkan 10 konsumen pertama lantaran belas kasihan.
Gibran mengembangkan perangkat keras (hardware) pemberi pakan ikan otomatis berbasis Internet of Things (IoT) atau smart feeder itu pada 2013. Ia membuat alat ini setelah berdiskusi dengan pembudi daya ikan yang memiliki 2.000 kolam.
Ia bertanya kepada pembudi daya soal tantangan dalam berbisnis perikanan. “Masalah paling besar itu pakan, 70 - 90 %. Bayangkan kalau 2.000 kolam, tidak ketahuan pemberian makannya, seperti apa?” kata Gibran dalam program serial podcast Impacttalk yang dirilis oleh Impactto belum lama ini.
[Perbincangan lengkap program Impacttalk tersebut bisa dililhat pada link berikut ini]
Lantas ia pun bergurau untuk membuat alat yang memudahkan pembudi daya memberi pakan ikan secara otomatis dan bisa dipantau melalui ponsel. Pembudi daya, yang ia sapa Pak Haji, itu pun mengira Gibran benar-benar akan membuatnya sebagai mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sedangkan Gibran merupakan mahasiswa program studi Biologi. Dia pun mengajak temannya, mahasiswa program studi teknik elektro untuk menciptakan alat tersebut. “Tidak semanis yang dikatakan Pak Haji. Saat barang ada, harganya belum tentu dia mau beli. Dia pun coba satu sampai dua alat,” ujar Gibran.
Dia lantas mencoba alat tersebut di kolam ikan milik sendiri. Pertumbuhan dan produksi ikan tercatat membaik. Begitu juga dengan efisiensi pemberian pakan ikan. “Panennya juga lebih cepat,” kata dia.
Namun sulit sekali menawarkan perangkat tersebut ke pembudi daya ikan lain, sekalipun dia memberikan uang agar mereka mau mencobanya. Hal ini karena pola pikir peternak ikan bahwa penghasilan yang cukup untuk makan sehari-hari saja sudah baik.
Selain itu, harga satu perangkat dianggap lebih mahal ketimbang mereka mempekerjakan orang. Padahal, beberapa di antaranya mengaku ada pekerja yang mengorupsi pakan dengan menjualnya ke orang lain.
Para pembudi daya juga belum mengetahui teknologi di balik smart feeder yang ia kembangkan, seperti komputasi awan (cloud) dan IoT. “Butuh 96 hari untuk meyakinkan satu petani memakai satu alat,” katanya.
Gibran berkeliling sendiri untuk menawarkan produknya kepada para pembudi daya. Sampai kemudian ada 10 peternak ikan yang mau menggunakan alatnya.
“Saya tanya kepada mereka mengenai alasan mereka memakai. Ternyata, mereka sama sekali tidak peduli dengan produk saya. Katanya, ‘saya kasihan dengan Gibran datang terus’,” cerita Gibran.
Dari situ, ia belajar bahwa perlu membangun hubungan untuk menggaet pembudi daya di Indonesia. Ia pun merekrut pekerja yang dekat dengan para petani di sektor perikanan.
Menurutnya, skema paguyuban tersebut diterapkan oleh startup lain di Indonesia seperti Gojek, Grab, Tokopedia, dan Bukalapak. “Membuat acara nongkrong dengan mitra pengemudi atau komunitas antar-para penjual (seller). Ini terutama yang ada social component-nya,” katanya.
Selain itu, Gibran menerapkan skema sewa alat. “Bisa dibandingkan, membuat kolam butuh Rp 10 juta. Membeli alat Rp 7 juta. Jadi, saya ubah skemanya menjadi sewa,” ujar dia.
eFishery pun baru mencapai product/market fit dalam 1,5 tahun dan komersialisasi sekitar dua tahun. Product/market fit adalah kondisi startup berhasil membuat produk yang menghadirkan nilai tambah bagi konsumen.
Gibran berfokus membangun cabang di setiap provinsi. Cabang ini ada yang dibangun di rumah pembudi daya, sebagai pusat komunitas.
Kemudian Gibran mulai menggaet lebih banyak pembudi daya. Kini, eFishery menggandeng 30 ribu pembudi daya ikan di seluruh Indonesia.
Startup itu menargetkan satu juta pembudi daya dalam lima tahun. "Tahun ini, kami menargetkan bisa menggaet 200 ribu pembudi daya, atau meningkat hingga 4 kali lipat," katanya dalam media gathering di Jakarta, pada Januari (12/1).
eFishery juga berencana ekspansi ke 10 negara setelah mendapatkan pendanaan seri C US$ 90 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun. Tahun ini, perusahaan rintisan perikanan itu menyasar Thailand. Lalu India dan Cina.
Gibran memperkirakan baru mampu ekspansi ke Thailand tahun ini. Perusahaan rintisan ini pun sudah menjalankan proyek percontohan secara komersial di negara itu.
eFishery kemudian akan menyasar India dan Cina dalam lima tahun ke depan. “Tahun ini, kami eksplorasi terlebih dahulu pasar tersebut," katanya.
Ia optimistis bisa merambah kedua pasar tersebut maksimal pada 2026. Apalagi, pasar Cina dan India dinilai menjanjikan, baik dari sisi produksi dan konsumsi.
Kapasitas Indonesia untuk memperbesar produksi di sektor ini sangat menjanjikan. Tren pertumbuhan satu dekade terakhir positif. Apalagi, menurut Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia menjadi negara terbesar kedua produksi perikanan tangkap sebesar 6 juta ton pada 2014, seperti terlihat dalam Databoks berikut ini.
Selain ekspansi, eFishery berencana mencatatkan penawaran saham perdana ke publik atau IPO. "Tapi tidak bisa direalisasikan tahun ini. Kami bangun skalanya dulu, baru ke depan IPO," kata Gibran.
eFishery memperoleh pendanaan seri C US$ 90 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun kemarin (11/1). Investasi ini dipimpin oleh Temasek, SoftBank Vision Fund 2, dan Sequoia Capital India. Investor lain yang berpartisipasi yakni Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, dan Wavemaker Partners.
Northstar Group merupakan salah satu investor Gojek. Sedangkan Go-Ventures adalah perusahaan modal ventura besutan Gojek.
Startup yang berbasis di Bandung, Jawa Barat itu berdiri sejak 2013. eFishery merevolusi industri budidaya ikan dan udang yang tradisional. Caranya, eFishery menawarkan platform end to end yang terintegrasi dan memberikan pembudi daya ikan dan udang akses terhadap teknologi, pakan, pembiayaan, dan pasar.
eFishery menawarkan smart feeders kepada pembudi daya. Smart feeders merupakan alat untuk memberi pakan ikan dan udang secara otomatis.
Selain itu, membuat eFarm dan eFisheryKu. eFarm merupakan platform online yang menyediakan informasi lengkap mengenai operasional tambak udang pembudi daya.
Sedangkan eFisheryKu merupakan platform terintegrasi yang memungkinkan pembudi daya ikan membeli berbagai keperluan budidaya, seperti pakan ikan.
Harga di platform diklaim kompetitif. Pembudi daya juga dapat mengajukan permodalan melalui eFund. Fasilitas ini menghubungkan pembudi daya ikan secara langsung dengan institusi keuangan.
Komponen utama dari eFund adalah Kabayan alias Kasih, Bayar Nanti, yakni layanan yang memungkinkan pembudi daya ikan membeli sarana produksi budidaya dengan sistem pembayaran tempo.
Keseluruhan proses dilakukan melalui aplikasi eFisheryKu. Hingga saat ini, lebih dari 7.000 pembudi daya menggunakan layanan ini dengan total pinjaman lebih dari Rp 400 miliar.