Startup jumbo di bidang perikanan eFishery meraup untung di Indonesia sejak tiga tahun terakhir dan mencatatkan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi alias EBITDA positif di India.
“Dalam setahun kami beroperasi di India, sudah profit,” kata Co-founder sekaligus CEO eFishery Gibran Huzaifah saat berbincang dengan sejumlah media di salah satu restoran di Jakarta, Rabu sore (4/9). “Hal yang dicapai di India ini sudah kami capai di Indonesia sejak tahun lalu.”
Ia menyebutkan bahwa pendapatan tumbuh 35% secara tahunan alias year on year (yoy) per Semester I. Gibran memperkirakan, pertumbuhannya mencapai 50% sepanjang tahun ini.
Gibran pun mengungkapkan alasan eFshery untung di India meski baru setahun beroperasi yakni:
- eFishery sudah memiliki pengalaman di bidang perikanan selama 10 tahun di Indonesia
Dengan begitu, eFishery bisa lansung menerapkan model bisnis, produk, dan cara penjualan di Indonesia ke India.
“Kami mereplikasi cara di Indonesia ke India. Akan tetapi, kami merekrut warga India yang memahami budaya dan pasar, namun disokong oleh pekerja asal Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang ini,” kata Gibran.
- Produksi ikan di India 15 kali lipat lebih rendah ketimbang di Indonesia, sementara pasarnya sama
Ketika eFishery hadir dan memperkenalkan produk, pendapatan petambak di India naik lima kali lipat. Hal ini menjadi daya tarik bagi petambak ikan lain di India, sehingga masif bergabung.
- Logistik di India yang lebih mudah ketimbang di Indonesia
Topografi India berupa daratan, sementara Indonesia kepulauan. Hal ini membuat biaya logistik d India lebih murah ketimbang Tanah Air.
- Kebiasaan makan ikan di India
Warga di India terbiasa memakan ikan baik hidup maupun beku alias frozen. Di Indonesia, masyarakat terbiasa membeli ikan hidup dan memasaknya utuh hingga kepala.
Kebiasaan itu membuat produk ikan petambak bisa diolah menjadi mekanan beku, sehingga harga tidak turun ketika produksi berlimpah dan produk tetap tersedia saat produksi menurun.
“Kami menargetkan pendapatan US$ 5 juta tahun ini di India,” ujar Gibran.
Gibran menjelaskan, eFishery untung di India dan Indonesia juga karena menyediakan layanan end to end bagi petambak. Unicorn atau startup dengan valuasi di atas US$ 1 juta ini menyediakan perangkat berbasis teknologi seperti kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dan Internet of Things atau IoT untuk mendorong produktivitas dan efisiensi.
eFishery juga menyediakan pakan ikan, platform untuk menjual produk secara langsung, dan fasilitas pinjaman lewat kerja sama dengan pihak ketiga.
“Bayangkan petambak menyewa alat Rp 150 ribu per bulan dan menggunakan pakan dua ton seharga Rp 10 ribu per kilogram. Lalu, hasil panennya kami jual. Jadi, semakin end to end layanan kami kepada petambak, maka pendapatan bertambah,” ujar dia.
Startup jumbo itu akan berfokus memperkuat rantai pasok dalam lima tahun ke depan. Ini dalam rangka menciptakan jalur keuntungan yang berkelanjutan. eFishery akan meniru cara industri protein lain seperti ayam, dengan menyediakan produk siap makan atau masak.
“Penetrasi kami saat ini baru 10% - 13%. Kami ingin meningkatkan hal ini,” kata Gibran.
Untuk mencapai target tersebut, eFishery menghadapi tantangan dari sisi penyimpanan dan biaya logistik. Selain itu, startup perlu mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia dari membeli ikan hidup menjadi beralih ke produk beku.
“Di Indonesia, ikan saat tumbuh pada ukuran tertentu, maka harus segera dijual dan petambak terpaksa menjualnya ke tengkulak. Jika dalam bentuk beku, bisa dijual kapanpun,” kata dia.
eFishery juga bakal memperluas pasar ekspor selain Amerika, yakni ke Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Timur Tengah. Startup jumbo ini pun menyasar pasar Eropa pada 2026, karena harus mengurus perizinan, termasuk sertifikasi.