Situasi Politik Memanas Jelang Pemilu, Migrasi TV Digital Ditunda?

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc.
Dua murid sekolah dasar mengikuti proses belajar di rumah melalui siaran televisi akibat pandemi COVID-19 di Perum Widya Asri, di Serang, Banten, Selasa (14/4/2020).
Penulis: Desy Setyowati
23/6/2022, 15.31 WIB

Stasiun televisi seperti SCTV, Trans TV dan MNC mengusulkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunda pelaksanaan migrasi TV analog ke TV digital atau analog switch off (ASO). Namun DPR mempertimbangkan situasi politik jelang pemilu 2024.

Migrasi dari TV analog ke TV digital dilakukan dalam tiga tahap yakni 30 April, 25 Agustus, dan 2 November. Ini tertuang dalam Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Namun, stasiun televisi tidak yakin migrasi ke TV digital secara menyeluruh bisa terwujud pada 2 November. “Sudah saya sampaikan saat UU Cipta Kerja digodok, dua tahun terlalu mepet,” President Director PT Surya Citra Media Tbk (SCM) Sutanto Hartono dalam RDPU Panja Digitalisasi Penyiaran dengan Komisi I DPR di Jakarta, Kamis (23/6).

“Tetapi keluarnya tetap dua tahun,” tambah dia.

Dia pun mengungkapkan tiga faktor yang memengaruhi atau terpengaruh oleh pelaksanaan migrasi dari TV analog ke TV digital, yakni:

1. Faktor teknis

Menurutnya, secara teknis sudah siap semua. Namun, ada beberapa wilayah yang belum tersedia frekuensi untuk beralih ke TV digital.

“Hal itu karena frekuensinya masih dipakai untuk analog. Kalau tetap mau mulai, itu harus dimatikan terlebih dulu. Tantangannya bisa lebih tajam lagi,” ujar dia.

2. Faktor sosial

Ia mencatat, masyarakat baik mampu maupun miskin, belum mempersiapkan diri untuk beralih ke TV digital. “Jadi, pasti akan terjadi gejolak jika dimatikan total pada 2 November,” katanya.

Oleh karena itu, menurutnya perlu ada imbauan bagi masyarakat untuk membeli set top box sendiri.

3. Faktor bisnis

Stasiun televisi konvensional bergantung pada iklan. “Saat siaran analog off, pemirsa langsung drop sekali, peminat iklan juga akan turun,” ujarnya.

Namun DPR menilai bahwa penundaan migrasi ke TV digital sulit dilakukan. “Kalau menunda, artinya mengabaikan UU. Artinya setuju dgn 3 periode. Jangan sampai begitu,” kata anggota Komisi I dari fraksi PDIP Junico BP Siahaan.

Selain itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin khawatir, penundaan pelaksanaan migrasi ke TV digital justru dimanfaatkan oleh politikus. “Ada yang mengeluhkan kader partai tertentu memberikan set top box (kepada warga),” ujarnya.

Kekhawatiran serupa disampaikan oleh Anggota Komisi I lainnya Muhamad Farhan.

Namun Direktur Viva Group Neil R Tobing kembali mengingatkan bahwa sulit untuk migrasi ke TV digital menyeluruh pada 2 November.

Apalagi jumlah vendor set top box hanya 38. “Meskipun bertambah dari sebelumnya hanya delapan, kalau diminta satu juta atau 20 juta per 2 November, itu sesuatu yang sulit terjadi,” katanya.

Ia pun memberikan referensi pelaksanaan migrasi ke TV digital di dua negara Asia Tenggara. Pemerintah Malaysia menggelar ASO sejak 2020, tetapi masih tetap menyediakan siaran analog.

Hal itu karena ada masyarakat yang tinggal di pedalaman, sehingga kualitas siaran masih jelek.

Langkah seupa ditempuh oleh Thailand. “Siarannya simulcast, berbarengan antara TV digital dan TV analog,” ujar Neil.

“Usulan kami, kita bisa melakukan skema yang sama. Di daerah yang sudah siap, karena efek ASO tidak besar, bisa dilaksanakan pada 2 November. Sedangkan sisanya dilakukan bertahap,” katanya. 

Komisi I DPR pun masih akan membahas pelaksanaan migrasi dari TV analog ke TV digital dengan pelaku usaha dan Kominfo. Oleh karena itu, belum ada keputusan terkait penundaan maupun solusi lainnya.