Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah melakukan penelusuran terhadap beberapa dugaan insiden kebocoran data yang terjadi di Indonesia. Selain itu, lembaga juga melakukan validasi terhadap data-data yang dipublikasikan.
Aksi tersebut dilakukan setelah peretas (Hacker) yang menamakan diri 'Bjorka' diketahui telah menjual miliaran data masyarakat Indonesia secara luas. Hal itu diketahui dalam unggahannya di situs Breached.to.
"BSSN berkoordinasi dengan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang diduga mengalami insiden kebocoran data, termasuk PSE di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg)," ujar Juru Bicara BSSN, Ariandi Putra dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/9).
Dia memaparkan, BSSN bersama PSE terkait telah dan sedang melakukan upaya-upaya mitigasi untuk memperkuat sistem keamanan siber. Hal itu dilakukan untuk mencegah risiko yang lebih besar pada beberapa PSE tersebut.
Menurut dia, BSSN juga melakukan koordinasi dengan penegak hukum, yakni Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, untuk mengambil langkah-langkah penegakan hukum.
"BSSN menegaskan bahwa keamanan siber merupakan tanggung jawab bersama," katanya.
Untuk itu, BSSN memberikan dukungan teknis dan meminta seluruh PSE untuk memastikan keamanan sistem elektronik di lingkungan masing-masing, sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
“Aturan menyatakan bahwa setiap penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya,” ujarnya.
Klaim dari Bjorka tersebut, kemudian diunggah oleh salah satu akun Twitter, yakni "DarkTracer: DarkWeb Criminal Intelligence", yang kemudian viral dan sempat menjadi salah satu topik pembahasan terpopuler di Twitter hingga Sabtu (10/9) pagi.
Dalam unggahan di akun Twitter tersebut, disebutkan bahwa surat dan dokumen untuk Presiden Indonesia, termasuk surat yang dikirimkan BIN dengan label rahasia telah bocor.
Menanggapi hal itu, Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono menegaskan tidak ada surat dan dokumen untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang bocor di internet.
"Nanti pihak Sekretariat Negara akan menyampaikan. Tidak ada isi surat-surat yang bocor," kata Heru, dikutip dari Antara, Sabtu (10/9).
Heru mengatakan, informasi yang menyebutkan surat berlabel rahasia dari Badan Intelijen Negara (BIN), dan surat lainnya untuk Presiden Jokowi bocor di forum peretas (hacker) adalah informasi bohong.
Ia menambahkan, beredarnya informasi bohong tersebut, merupakan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sebelumnya, peretas dengan identitas Bjorka melalui grup Telegram mengklaim telah meretas surat menyurat milik Presiden Jokowi, termasuk surat dari BIN.
Bjorka diketahui telah menjual 1,3 miliar data SIM Card ponsel Indonesia. Dia melampirkan dua juta sampel data-data tersebut, di forum Breached.to. Selain itu, Bjorka menyebut bahwa dirinya memiliki 26.730.797 data histori pencarian (browsing) pelanggan IndiHome.
Data ini termasuk di antaranya Nomor Induk Kependudukan (NIK), email, nomor ponsel, kata kunci, domain, platform, dan URL. Data yang dijual di breached.to tersebut diklaim berasal dari periode Agustus 2018 hingga November 2019. Yang terbaru, Bjorka menjual 105 juta data diduga milik warga negara Indonesia. Data yang dijual berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau terkait pemilu.