Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini menjamurnya tren penggunaan mesin kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di pasar dunia usaha dan industri tidak akan mengancam keberadaan tenaga kerja nantinya.
Jokowi mengatakan dirinya kerap mendapatkan keluh kesah mengenai potensi ancaman AI. Meski demikian, Presiden mengatakan penggunaan AI merupakan keniscayaan kemajuan teknologi yang tidak perlu dikhawatirkan.
"Tidak seperti itu, tidak perlu takut dan tidak perlu khawatir,” kata Jokowi saat memberikan orasi ilmiah pada Dies Natalis ke-60 IPB pada Jumat (15/9).
Jokowi menceritakan, kehawatiran dunia terhadap penetrasi AI tercermin dari kecemasan pimpinan dunia di sejumlah forum internasional seperti G7, G20 hingga KTT ASEAN yang dilaksanakan di Jakarta pada 5-7 September lalu.
“Semuanya berbicara mengenai AI, semua negara takut sekali mengenai AI. Regulasinya belum ada, aturan mainnya belum ada,” ujarnya.
Jokowi menilai, penerapan AI dalam dunia dunia usaha dan industri tidak akan bisa mengalahkan kualias tenaga kerja manusia. AI memiliki beragam keterbatasan karena rangkaian geraknya diatur oleh sistem progam.
“Mesin itu hanya punya cip, tapi manusia punya hati dan punya rasa,” kata Jokowi.
Adapun tren penggunaan AI dalam dunia bisnis global cengerung menguat. Hal ini tercatat dalam laporan survei McKinsey yang bertajuk The State of AI in 2022.
Dari 1.492 responden survei global, pada 2022 ada 50% responden yang sudah mengadopsi AI dalam minimal satu unit bisnis mereka. Jumlahnya meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2017 yakni 20%.
Dari seluruh responden yang sudah mengadopsi AI, mayoritasnya menggunakan kecerdasan buatan untuk optimisasi kegiatan operasional, dengan proporsi 24%. Ada pula responden yang menggunakan AI untuk merancang produk baru, analisis layanan pelanggan alias customer service, segmentasi pelanggan, meningkatkan kualitas produk, sampai membuat prediksi bisnis