Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menargetkan penggodokan pedoman etika untuk pemanfaatan kecerdasan buatan atau AI rampung pada Desember tahun ini. Pedoman itu nantinya bakal berisi panduan dan tanggungjawab terhadap penerapan AI di enam area.
Ketua Tim Ekonomi Digital dan Gim Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Hario Bismo Kuntaro, mengatakan proses tersebut masih dalam tahap menjaring masukkan dari berbagai pihak.
"Posisinya sampai tengah bulan November ini masih menerima masukkan dari masyarakat sipil, industri, akademisi," kata Hario dalam sesi panel Habibie Democracy Forum pada Kamis (16/11).
Dia menilai proses penjaringan pendapat dari masyarakat mendesar untuk melindungi beragam pihak. Menurut Hario, pedoman etik itu bertujuan untuk memastikan jaminan keamanan data pribadi dan hak kekayaan intelektual.
Kemampuan AI membentuk pola data yang bisa diakses publik perlu memenuhi regulasi yang berlaku. Pedoman etika AI itu merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
"Dari sisi Kominfo meyakini bahwa mendorong tumbuhnya inovasi AI harus diimbangi dengan melindungi hak masyarakat dengan kerangka kebijakan yang sedang disusun," ujar Hario.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar, menjelaskan perkembangan AI perlu diimbangi oleh regulasi yang lebih. Apalagi AI saat ini telah mimiliki kemampuan memahami dan menghasilkan bahasa manusia secara alami atau large language model (LLM).
"Dia bisa menciptakan sesuatu konten tertentu dengan berbagai format, dan kemampuan ini bisa melahirkan sejumlah bias ," ujar Djafar.
Lebih lanjut, dia juga melihat potensi penggunaan AI secara serampangan dapat mengancam demokrasi karena mampu menciptakan konten-konten disinformatif. Meski begitu, dia percaya bahwa AI juga punya kemampuan untuk memperkuat demokrasi melalui pengawasan masyarakat terhadap konten yang dirilis oleh pemerintah.
"Pejabat negara tidak bisa lagi bohong dengan AI, publik bisa menanyakan Open AI, ChatGPT terkait apa yang sebenarnya terjadi," kata Djafar.