Amerika Serikat dan Cina mulai bersaing di bidang satelit di luar angkasa dan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) untuk kepentingan militer dan teknologi.
Di bidang AI, Cina mengembangkan platform bernama Supermind. Sementara itu, Amerika Serikat membangun Open Source Intelligence atau OSINT.
AI Supermind didanai oleh pemerintah Cina dengan nilai investasi US$ 280 juta. Sebagian besar pembangunan dilakukan oleh pemerintah Shenzhen.
Cina juga sedang membangun pusat informasi dan intelijen di Shenzhen, rumah bagi perusahaan teknologi besar seperti Huawei, ZTE, dan Tencent.
AI Supermind akan menawarkan kepada pengguna 300 juta makalah penelitian sains dan teknologi global, serta 120 juta paten. Selain itu, memiliki kemampuan menemukan 130 juta ilmuwan global untuk meneliti karya yang dibuat oleh AI ini.
“AI Supermind dikaitkan dengan beberapa organisasi intelijen keamanan di Cina, termasuk Laboratorium Utama Teknologi Baru Intelijen Keamanan di Provinsi Guangdong,” demikian isi laporan Newsweek, dikutip dari Asia Times, Selasa (5/3).
Platform AI tersebut juga dikabarkan terhubung dengan organisasi keamanan data Cina seperti pengembang AI Pengcheng Laboratory, China National Gene Bank, dan perusahaan genomik BGI.
Penggunaan AI Supermind untuk keperluan intelijen basis data Cina dikaitkan dengan informasi yang berguna bagi negara, termasuk yang bersifat rahasia dan terbuka.
AI Supermind dikabarkan dapat mengidentifikasi dan merekrut personel terampil di bidang militer yang sensitif, dengan berfokus pada ilmuwan Cina yang bekerja untuk institusi Amerika.
Berdasarkan laporan Asia Times pada September 2022, Cina menggunakan keahlian dan sumber daya Amerika untuk memajukan kepentingan militer dan strategis.
Laporan ‘Los Alamos Club’ mengungkapkan bagaimana Tiongkok memberikan insentif kepada para ilmuwan untuk menjelajah ke luar negeri, memperdalam keahlian, dan kembali ke negara untuk melaksanakan proyek-proyek militer dan strategis.
Dokumen tersebut mengklaim bahwa para ilmuwan Cina yang berpartisipasi dalam penelitian sensitif yang didanai oleh pemerintah AS, membantu kemajuan pesat Tiongkok baru-baru ini dalam berbagai teknologi militer penting.
‘Los Alamos Club’ juga mengklaim, Cina menerapkan ‘Strategi Kekuatan Super Bakat’ untuk memberi insentif kepada akademisi, peneliti, dan ilmuwan guna memajukan kepentingannya sebagai bagian dari Thousand Talents Program (TTP).
Laporan tersebut menuduh Cina menerapkan strategi sumber daya manusia itu di Laboratorium Nasional Los Alamos AS, fasilitas penelitian terkemuka Departemen Energi AS atau DOE untuk merancang hulu ledak nuklir.
Laporan ‘Los Alamos Club’ menyoroti strategi rekrutmen ilmuwan Cina, yang memungkinkan transfer teknologi sensitif kembali ke Tiongkok. Laporan ini juga mengutip contoh-contoh di mana para peneliti Beijing menggandakan teknologi Negeri Tirai Bambu.
Pada 2018, pemerintahan Presiden AS Trump memprakarsai Inisiatif Tiongkok untuk mengatasi spionase dalam penelitian dan industri AS. DOE mengeluarkan pedoman pada 2019 yang melarang kontraktor dan karyawan berpartisipasi dalam program perekrutan talenta asing.
Pemerintah AS mengadili ilmuwan Cina dan AS yang dinyatakan bersalah karena berkonspirasi mencuri rahasia dagang, membuat pernyataan palsu, melakukan pelanggaran pajak, serta memiliki hubungan yang dirahasiakan dengan TTP dan universitas-universitas Cina.
Namun, Inisiatif Tiongkok dikritik karena lensa kriminal dan memicu ketakutan akan profil rasial, kejahatan rasial, pengawasan pemerintah, kesulitan karier profesional, dan rasisme. Departemen Kehakiman AS atau DOJ pun menyetop kebijakan ini pada Februari 2022.
AS Kembangkan OSINT
Amerika mengembangkan platform sejenis yakni OSINT pada awal 2023. Platform AI ini bertujuan membantu Departemen Pertahanan AS atau DOD dalam mengumpulkan dan menganalisis informasi mengenai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi milik pesaing dan negara lain.
DOD dilaporkan sedang mencari prototipe OSINT, yang dikembangkan di AS dengan alat ilmu data dan mesin pembelajaran alias machine learning untuk mengumpulkan informasi tentang inisiatif teknologi dari musuh potensial.
Prototipe itu akan mengumpulkan insights dari informasi yang tersedia secara umum dan komersial untuk memahami secara komprehensif investasi dan kegiatan pembangunan negara-negara pesaing di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
DOD secara khusus tertarik pada bidang teknologi seperti AI, komputasi kuantum, semikonduktor, bioteknologi, dan komputasi kinerja tinggi.
Platform OSINT akan mampu mengidentifikasi tren sains dan teknologi baru di setiap bidang minat dengan menganalisis data sumber terbuka dan mengenali pola unik yang ditentukan oleh pengguna.
Selain itu, bisa menggambarkan individu, organisasi, dan jaringan yang terlibat dalam tren tersebut.
Perang Cina dan Amerika di Luar Angkasa
Angkatan Luar Angkasa Amerika terus menyatakan keprihatinannya terhadap kemajuan kemampuan satelit Cina. Utamanya, terkait penempatan satelit pencitraan Tiongkok di orbit geostasioner.
Cina telah mengoperasikan satelit pencitraan optik di Geostationary Earth Orbit atau GEO selama hampir satu dekade. Namun, kemampuan satelit-satelit sebelumnya masih terbatas jika dibandingkan dengan satelit terbaru Tiongkok pada 2023.
Salah satu yang menarik perhatian Angkatan Luar Angkasa Amerika yakni satelit pencitraan optik canggih buatan Cina yang diluncurkan pada Desember, Yaogan-41.
Resolusi satelit Yaogan-41 mencapai 2,5 meter, dengan tingkat ketelitian visual yang memungkinkan Cina mengenali kendaraan, pesawat terbang, dan kapal di wilayah yang luas.
Selain itu, Cina memiliki satelit pencitraan radar aperture sintetis atau SAR berbasis GEO, Ludi Tance-4. Satelit yang dapat melihat di balik awan dan kegelapan.
Jika Ludi Tance-4 digabungkan dengan resolusi optik Yaogan-41, Cina berpotensi memiliki pengawasan visual dan radar yang gigih di wilayah-wilayah penting yang strategis seperti Indo-Pasifik.
Hal itu membuat pejabat Amerika khawatir. Spesialis intelijen di Komando Sistem Luar Angkasa Chief Master Sgt. Ronald Lerch mengatakan, satelit-satelit baru itu membuat kemampuan intelijen berbasis luar angkasa Cina ke tingkat yang lebih baik.
Lerch mengatakan, militer AS memandang Yaogan-41 dan Ludi Tance-4 sebagai lompatan kualitatif dalam kemampuan pelacakan dan penargetan.
Mantan pejabat intelijen AS dan sekarang menjadi peneliti senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional Clayton Swope memperkirakan, Yaogan-41 memungkinkan pengawasan berkelanjutan terhadap Samudra Pasifik dan Hindia, Taiwan, dan daratan Cina.
“Dipasangkan dengan data dari satelit pengawasan Cina lainnya, Yaogan-41 dapat memberi Beijing kemampuan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengidentifikasi dan melacak objek seukuran mobil di seluruh kawasan Indo-Pasifik dan membahayakan banyak aset angkatan laut dan udara AS dan sekutu yang beroperasi di wilayah tersebut,” kata Swope dikutip dari Space News.
Meskipun sebagian besar satelit penginderaan jauh beroperasi di orbit rendah Bumi atau Low Earth Orbit (LEO) untuk mendapatkan akses yang lebih murah dan resolusi yang lebih baik, perlu dicatat bahwa Cina memilih untuk berinvestasi pada GEO yang jauh lebih mahal yang ditempatkan 22.000 mil di atas Bumi.
Menurut Swope, akan sulit mengidentifikasi secara tepat objek-objek kecil dari orbit GEO yang tinggi. Namun jika ada objek tertentu yang menarik, Cina dapat menugaskan satelit yang terbang lebih rendah untuk melihat lebih dekat.
“Potensi masalah bagi militer AS adalah sensor optik seperti Yaogan-41, dalam kondisi tertentu, dapat mendeteksi pesawat siluman yang dirancang agar tidak terdeteksi radar. Jika tidak ada awan, Anda bisa melihat pesawat dengan kemampuan optik,” kata Swope.
Pemerintah Cina mengatakan satelit SAR sebagian besar dirancang untuk penggunaan sipil. Namun, militer AS meragukan klaim tersebut, mengingat kurangnya transparansi seputar aktivitas luar angkasa Tiongkok.
“Ke depan, Pentagon harus mempertimbangkan bahwa Cina mungkin dapat mendeteksi dan melacak pesawat,” kata Swope. “Bahkan yang dirancang untuk menghindari radar.”
Awan mengaburkan sensor ruang angkasa optik, sehingga algoritme AI bisa membuat kesalahan. “Namun kemajuan tanpa henti Cina dapat segera menciptakan kawasan Indo-Pasifik di mana tidak ada tempat untuk bersembunyi,” kata Swope.
Oleh karena itu, ia tidak mengherankan jika pedoman baru Angkatan Darat AS mengenai operasi luar angkasa yang dirilis pada 8 Januari mengakui kemungkinan bahwa pasukan Amerika dan sekutunya akan beroperasi di bawah pengawasan terus-menerus.
Swope memandang memo Angkatan Darat Amerika sebagai hal yang penting, karena menandakan kesadaran yang lebih luas tentang peran luar angkasa dalam semua aspek peperangan.
Meskipun tidak mungkin untuk menyembunyikan aktivitas sepenuhnya dari pengamatan satelit, pasukan AS di lapangan mungkin harus merancang teknik untuk membuat lawan bingung.
Berdasarkan preseden sejarah seperti rencana penipuan D-Day Sekutu selama Perang Dunia II, militer AS dapat menggunakan umpan dan pengalihan perhatian untuk mempersulit interpretasi data satelit dan membedakan aktivitas asli dan aktivitas penipuan, kata Swope.
Para kritikus mungkin menganggap peringatan Angkatan Luar Angkasa mengenai kemajuan Cina di bidang luar angkasa sebagai hal yang mengkhawatirkan. “Namun penting bagi Angkatan Luar Angkasa untuk terus membicarakan hal ini, karena semua cabang angkatan bersenjata akan terkena dampak oleh apa yang terjadi di luar angkasa,” kata Swope.
“Sangat mudah bagi komunitas luar angkasa untuk berbicara satu sama lain,” Swope menambahkan.
Namun pembicaraan itu perlu diperluas ke seluruh Pentagon dan angkatan bersenjata untuk lebih mempersiapkan diri menghadapi era dominasi luar angkasa berkorelasi dengan superioritas militer.