Ahli IT soal Pusat Data Nasional Diserang Ransomware: Sangat Bahaya

123rf.com/Benjawan Sittidech
Ilustrasi ransomware
Penulis: Desy Setyowati
24/6/2024, 14.43 WIB

BSSN atau Badan Siber dan Sandi Negara menyebutkan bahwa Pusat Data Nasional down atau mengalami gangguan karena serangan Brain Cipher Ransomware. Ahli IT atau informasi teknologi menilai serangan ini sangat berbahaya.

Kepala BSSN Hinsa Siburia menambahkan, Pusat Data Nasional Sementara down atau mengalami gangguan, karena serangan siber dalam bentuk ransomware bernama Brain Cipher Ransomware.

Ia menjelaskan, Brain Cipher Ransomware merupakan versi terbaru ransomware lockbit 3.0. “Setelah kami melihat sampel yang sudah dilakukan sementara oleh tim forensik BSSN, ini benar versi terbaru ransomware,” ujar Hinsa saat konferensi pers di kantor Kominfo, Jakarta, Senin (24/6).

Ransomware adalah sejenis perangkat lunak berbahaya yang mampu mengambil alih kendali atas sebuah komputer dan mencegah penggunanya untuk mengakses data hingga tebusan dibayar.

Brain Cipher Ransomware adalah jenis ransomware baru yang muncul tahun ini. Ransomware ini mengenkripsi file korban dan meminta tebusan sebagai ganti kunci dekripsi.

“Kondisinya saat ini kekurangan barang bukti. Buktinya terenkripsi. Serangan ini mengenkripsi data. Ini pekerjaan kami untuk memecahkan enkripsi data tersebut. Kami akan melaporkan kemajuan atas upaya yang dilakukan,” kata Hansi.

Bahaya Brain Cipher Ransomware

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha menyampaikan pada akhir pekan lalu (21/6), gangguan Pusat Data Nasional akibat serangan siber atau hacker akan berisiko besar. Sebab, bukan hanya mengganggu layanan, tetapi juga mengakibatkan kebocoran data pribadi.

Pratama mencatat, pernah terjadi serangan siber kepada layanan imigrasi yang mengakibatkan kebocoran 34 juta data paspor.

“Yang lebih berbahaya lagi jika peretas bisa sampai mengakses server di Pusat Data Nasional yang tentu saja kebocoran data yang terjadi tidak hanya akan menimpa Ditjen Imigrasi namun juga institusi lainnya yang menggunakan Pusat Data Nasional untuk menyimpan data warga masyarakat,” kata Pratama dalam keterangan pers, Jumat (21/6).

Menurut dia, gangguan pada Pusat Data Nasional bisa membahayakan negara, terutama jika tidak dilengkapi dengan pengamanan kuat. “Masing-masing instansi pemerintah yang hosting di Pusat Data Nasional harus membuat Business Continuity Plan (BCP) yang kuat sehingga tidak bergantung 100℅ kepada infrastruktur PDN,” kata Pratama.

Katadata.co.id kembali mengonfirmasi kepada Pratama terkait bahaya Brain Chiper Ransomware. Namun belum ada tanggapan hingga berita ini terbit.

Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya menyampaikan, apapun jenisnya, ransomware akan menghilangkan jejak begitu masuk ke suatu sistem. Sekalipun sudah diketahui dalangnya, mereka bisa mengubah minor dengan teknik kompilasi maupun mengganti sedikit script, sehingga menjadi ransomware baru.

“Jadi tidak ada yang luar biasa dengan ransomware baru apapun namanya. Yang luar biasa parah itu, data center sekelas pusat data nasional yang mengelola ribuan virtual machine bisa sampai terkena ransomware,” kata Alfons kepada Katadata.co.id, Senin (24/6).

Selain itu, menurut dia akan sangat menyedihkan jika hacker mencuri data di Pusat Data Nasional Sementara. “Data berhasil diambil itu mengindikasikan ransomware berhasil bercokol di sistem untuk jangka waktu yang lama. Berhari-hari sehingga sempat menyalin data server,” ujar dia.

Sementara itu, menurut sejumlah sumber dari laman Cyberint dan Flare Cyber, Brain Cipher Ransomware berbahaya karena menggunakan teknik enkripsi canggih. Selain itu, hacker memakai taktik pemerasan ganda.

Selain mengenkripsi data, hacker mencuri informasi sensitif dan mengancam untuk mempublikasikannya jika tebusan tidak dibayar.

Dalam kasus Pusat Data Nasional Sementara yang mengalami gangguan sejak Kamis (20/6), hacker meminta tebusan US$ 8 juta atau Rp 131 miliar (Kurs Rp 16.457 per US$).

Insiden akibat Brain Cipher ransomware juga seringkali mengakibatkan kerusakan signifikan, termasuk gangguan operasional besar-besaran dan kebocoran data sensitif seperti serangan ke Crinetics Pharmaceuticals dan Virginia Union University.

Organisasi yang terkena serangan Brain Cipher Ransomware juga sering mengalami kesulitan dalam pemulihan, bahkan jika mereka memiliki backup data. Hal ini disebabkan oleh kemampuan ransomware ini untuk menargetkan dan mengenkripsi atau menghapus backup data, membuat proses pemulihan menjadi lebih rumit dan mahal​.

Dirjen Aptika Kementerian Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menambahkan, kementerian melakukan investigasi digital forensik terkait penyebab gangguan Pusat Data Nasional Sementara.

“Kami masih berproses. Ini varian baru, jadi kami berkoordinasi dengan berbagai organisasi baik dalam maupun luar negeri untuk serangan ransomware ini. Jadi saat ini belum bisa dijabarkan lebih detail,” kata Semuel.

Kominfo akan menyampaikan hasil temuan tersebut kepada kementerian dan lembaga alias K/L maupun perusahaan yang menggunakan Pusat Data Nasional Sementaa.

BSSN, Kominfo, Kepolisian, dan KSO Telkom Sigma Lintasarta masih berupaya melakukan investigasi atas bukti secara menyeluruh terkait penyebab Pusat Data Nasional Sementara mengalami gangguan.

(PERUBAHAN: Ada tambahan pandangan dari Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya pada Senin, 24 Juni, pukul 15.01 WIB)

Reporter: Lenny Septiani