Survei: Sistem Pendidikan dan Pemerintah Indonesia Menjadi Sasaran Utama Hacker

Bing Image Creator, Katadata/Desy Setyowati
Ilustrasi hacker menyerang pusat data nasional
Penulis: Amelia Yesidora
20/9/2024, 13.05 WIB

Survei perusahaan komputasi awan atau cloud Cloudflare, Inc menyebutkan bahwa sistem pemerintah masuk tiga besar platform yang paling banyak mengalami pelanggaran data, termasuk oleh hacker alias peretas.

Sebanyak 40% dari responden di Indonesia mengatakan bahwa organisasi mereka mengalami pelanggaran data dalam 12 bulan terakhir. Sebanyak 38% di antaranya mengalami 11 atau lebih pelanggaran data.

Industri yang mengalami pelanggaran data terbanyak di antaranya:

  1. Perjalanan, Pariwisata, dan Perhotelan (67%)
  2. Pendidikan (60%)
  3. Pemerintahan (50%)
  4. Informasi dan Teknologi

Pelaku ancaman paling sering menargetkan data pelanggan (71%), data keuangan (58%), dan kredensial akses pengguna (56%). Hal ini tertuang dalam laporan bertajuk ‘Menavigasi Lanskap Baru Keamanan: Survei Kesiapan Keamanan Siber Asia Pasifik’.

Survei dilakukan terhadap total 3.844 individu pengambil keputusan dan pimpinan keamanan siber pada Juni. Responden dipilih dari berbagai jenis industri seperti real estat, energi, informasi dan teknologi, pariwisata dan perhotelan.

Responden berlokasi di 14 negara di Asia Pasifik seperti Australia, Cina, Hong Kong SAR, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Jumlahnya 201 hingga 405 per negara.

Survei dilakukan secara online dan direkrut melalui panel bisnis umum. Survei ini bertujuan membangun pemahaman yang lebih baik tentang lanskap ancaman yang dihadapi oleh para direktur keamanan informasi (CISO) dan tim di seluruh wilayah Asia Pasifik.

Studi itu mengungkapkan bahwa 65% dari organisasi yang mengalami serangan perangkat pemeras dalam dua tahun terakhir telah membayar uang tebusan. Padahal, 80% di antaranya berjanji tidak akan membayar tebusan sebelumnya.

Secara keseluruhan, server Remote Desktop Protocol (RDP) atau Virtual Private Network (VPN) menjadi cara masuk yang paling umum bagi hacker. Sebanyak 65% menyatakan hal ini.

"Dalam lanskap bisnis yang sulit dewasa ini, dampak insiden keamanan siber dan pelanggaran data menjadi hal yang tak dapat disangkal. Pimpinan keamanan siber terjebak antara regulasi yang makin ketat dan sumber daya yang makin menyusut," ujar Wakil Presiden ASEAN di Cloudflare Kenneth Lai dalam keterangan pers, Jumat (20/9).

Survei menunjukkan bahwa 61% dari responden membelanjakan lebih dari 5% anggaran informasi dan teknologi untuk mengatasi persyaratan regulasi dan kepatuhan. Selain itu, 68% melaporkan penggunaan lebih dari 10% dari waktu kerja dalam seminggu untuk mempertahankan kesesuaian dengan persyaratan dan sertifikasi regulasi industri.

Investasi dalam regulasi dan kepatuhan terbukti berdampak positif terhadap tingkat dasar privasi dan/atau keamanan organisasi (78%), integritas teknologi dan data organisasi (77%), serta reputasi dan merek organisasi (72%). 

Reporter: Amelia Yesidora