Terapkan Ekonomi Sirkular, Coca Cola Daur Ulang Botol Plastiknya

ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/pras.
Pekerja memilah dan membersihkan sampah plastik yang dapat didaur ulang di tempat penampungan Gampong Jawa, Banda Aceh, Aceh, Jumat (26/6/2020).
2/12/2020, 18.56 WIB

Penerapan ekonomi sirkular mulai masuk ke sektor industri. Coca Cola Indonesia melaksanakan sistem itu dengan cara mendaur ulang botol plastik yang terjual menjadi produk baru. 

Wakil Ketua Pelaksana Coca Cola Foundation Indonesia Triyono Prijosoesilo mengatakan, perusahaan berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik. “Kami ingin mendaur ulang seluruh botol kemasan kami, berapapun yang terjual di 2030,” katanya dalam diskusi virtual, Rabu (2/12). 

Pelaksanaan target itu tak mudah. Setiap negara memiliki isu penanganan sampah masing-masing. Di Indonesia, Coca Cola akan menerapkan tiga pilar, yakni mendesain (design), mengumpulkan (collect), dan bekerja sama (partner).

Untuk desain, perusahaan terus melakukan evaluasi kemasan produknya. “Kami ingin pastikan bahan-bahan yang dipakai 100% dapat didaur ulang secara teknis,” ujar Triyono. 

Dari sisi kemasan, tahun ini 80% bahan baku produk Coca Cola dapat didaur ulang. Kemudian, di 2021 perusahaan menargetkan 90% kemasan produk dapat didaur ulang.

Secara global, Coca Cola menargetkan sebanyak 50% konten daur ulang di seluruh kemasan produknya pada 2030. Perusahaan juga berkomitmen mengurangi pemakaian virgin plastic alias resin plastik.

Berikutnya, soal pengumpulan sampah plastik. Berdasarkan data dari National Plastic Action Partnership (NPAP), setiap tahun jumlah sampah plastik Indonesia mencapai 6,8 juta ton. Dari jumlah tersebut 61% tidak dikumpulkan dan hampir setengahnya dibakar sehingga merusak lingkungan.

Ia mendorong adanya kegiatan pengumpulan sampah yang selama ini masih kurang. Terutama untuk sampah plastik pasca-konsumsi. "Ini yang perlu dibangun sistemnya di Indonesia. Kita tahu sistem pengumpulan di Indonesia masih perlu diperbaiki," ujarnya.

Tak kalah penting, terkait partnership dalam proses pengelolaan sampah plastik. Tak mudah untuk mengelola sampah jenis ini secara individu. "Itu semua bagian untuk membangun pengelolaan sampah yang lebih baik," ujarnya.

Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI), Dini Trisyanti berpendapat proses daur ulang plastik di Indonesia memiliki sejumlah tantangan. Salah satunya adalah peta sebaran industri yang masih terpusat di Pulau Jawa. Dampaknya, sistem pengumpulan daur ulangnya masih sangat kotor. Kuantitasnya pun belum terjamin.

Berdasarkan data yang diolah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Perindustrian, baru ada 11 ribu bank sampah di Indonesia. Lokasinya tersebar hingga ke di seluruh pulau, tapi masih terkonsep di Pulau Jawa.

Ekonomi sirkular dapat menjadi cara untuk menangani sampah plastik. Pemerintah dapat mendorongnya dengan melakukan intervensi di sisi permintaan. “Harus ada insentif produk dan investasi daur ulang juga. Siapa yang mau investasi di Sumatera dan Kalimantan kalau tidak ada insentifnya?” ucap Dini. 

Merujuk kepada artikel berjudul The Circular Economy-A New Sustainability Paradigm? yang ditulis Martin Geissdoerfer,, ekonomi sirkular didefinisikan sebagai sistem regeneratif yang meminimalkan penggunaan sumber daya, limbah, emisi, dan kelebihan energi dengan memperlambat, menutup, dan mempersempit siklus energi dan material.

Cara melakukannya adalah dengan desain sumber daya berkepanjangan, pemeliharaan, perbaikan, penggunaan kembali, produksi ulang, perbaikan ulang, dan daur ulang yang tahan lama. Hal ini berbeda dengan ekonomi linier yang memanfaatkan sumber daya menjadi barang produksi lalu berakhir sebagai limbah atau bersifat degeneratif.

Ilustrasi sosialisasi pengurangan sampah plastik.  (ANTARA FOTO/Syaiful Arif/hp.)

Pandemi Covid-19 Picu Peningkatan Sampah Plastik Jakarta

Perubahan pola konsumsi masyarakat selama pandemi Covid-19 membuat jumlah sampah plastik rumah tangga meningkat. Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Edy Mulyanto menyebutkan sampah itu tak hanya dari belanja daring, tapi juga layanan pesan-antar makanan.

Padahal, pandemi sebenarnya membuat jumlah sampah dari Ibu Kota ke tempat pembuangan akhir atau TPA Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, menurun. Dari angka normal 8 ribu ton per hari menjadi 7 ribu ton per hari selama pemberlakuan PSBB.

Jumlah sampah anorganik atau yang tak dapat terurai sekitar 35% dari angka itu. Dari total komposisi sampah anorganik, sebanyak 14% merupakan bahan plastik dan sebagian besar berasal dari sampah rumah tangga. “Kertas dan plastik jumlahnya saat ini bersaing,” kata Edy.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang kewajiban memakai kantong belanja ramah lingkungan. Namun aturan ini baru menyasar toko swalayan, supermarket, pusat perbelanjaan, dan pasar tradisional.

Sampai sekarang belum ada larangan kantong kresek untuk belanja daring. Anies lalu mengeluarkan Pergub Nomor 77 Tahun 2020 tentang pengelolaan sampah lingkungan rukun warga atau RW. “Setiap RW wajib memilah sampah dengan adanya aturan ini,” kata Edy.

Targetnya, pengelolaan sampah tersebut dapat terlaksana di Jakarta mulai Desember. Pengurus RW dapat memberikan sanksi kepada rumah tangga yang tidak memilah sampah. Sanksinya, tergantung pada kebijakan dan kesepakatan warga.

Dengan aturan itu, minimal rumah tangga dapat menyiapkan pewadahan. Lalu, petugas penanganan prasarana dan sarana umum alias Pasukan Oranye akan membantu menjadi fasilitator dalam memilah sampah.

Warga dapat memilah sampah menjadi dua bagian, yaitu organik dan anorganik. Nah, anorganik itu dapat terpisah lagi menjadi plastik kresek, botol air mineral, kertas, tisu, dan lainnya. “Tanpa pemilahan, dalam dua hingga tiga tahun Bantargebang akan full, kolaps, dan overload,” kata Edy.

Reporter: Verda Nano Setiawan