Terumbu Karang di Seluruh Dunia Alami Pemutihan Massal

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/nym.
Penyelam dari Rubiah Tirta Divers melakukan transplantasi terumbu karang di kawasan pantai Pulau Rubiah, Kota Sabang, Aceh, Selasa (15/8/2023).
Penulis: Rena Laila Wuri
16/4/2024, 12.44 WIB

Para ilmuwan terumbu karang mengatakan, terumbu karang di seluruh dunia mengalami pemutihan global. Kerusakan karang ini merupakan dampak dari pemanasan air laut di tengah perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Terumbu karang yang memutih atau coral bleaching merupakan proses karang menjadi putih karena beberapa macam penyebab seperti perubahan suhu, iklim, cahaya, dan nutrisi. Mereka juga memperingatkan bahwa banyak terumbu karang di dunia mungkin tidak pulih dari pemanasan air laut yang intens dan berkepanjangan ini.

Para ilmuwan mengatakan di sepanjang garis pantai dari Australia hingga Kenya dan Meksiko, banyak terumbu karang berwarna-warni di dunia telah berubah menjadi putih. Fenomena ini merupakan peristiwa pemutihan global keempat dalam tiga dekade terakhir.

US National Oceanic Atmospheric Administration's (NOAA) Coral Reef Watch, badan pemantau terumbu karang AS, mengatakan setidaknya 54 negara dan wilayah telah mengalami pemutihan massal di sepanjang terumbu karang mereka sejak Februari 2023.

“Dari Februari 2023 hingga April 2024, pemutihan karang yang signifikan telah didokumentasikan di belahan bumi utara dan selatan dari setiap cekungan laut utama,” kata Derek Manzello, Koordinator Coral Reef Watch, seperti dikutip dari Aljazeera, Selasa (16/4).

Ia mengatakan pemutihan karang dipicu oleh anomali suhu air yang menyebabkan karang mengeluarkan ganggang berwarna-warni yang hidup di jaringan mereka. Ganggang yang terdapat di karang menjadi sumber makanan dan memberi warna. Tanpa bantuan ganggang dalam mengirimkan nutrisi, karang tidak dapat bertahan hidup.

"Lebih dari 54 persen area terumbu karang di lautan global mengalami tekanan panas tingkat pemutihan," kata Manzello.

Manzello menuturkanhal  ini menandai peristiwa pemutihan di seluruh dunia dalam waktu sepuluh tahun terakhir. Bencana pemutihan terumbu karang terakhir berakhir pada Mei 2017. 

Bencana pemutihan terumbu karang disebabkan oleh pola iklim El Nino yang memanaskan lautan di dunia. Bencana ini berlangsung selama tiga tahun dan diperkirakan lebih buruk dibandingkan dua peristiwa pemutihan sebelumnya pada 2010 dan 1998.

Suhu permukaan laut selama setahun terakhir telah memecahkan rekor yang telah disimpan sejak 1979, karena efek El Nino diperparah oleh perubahan iklim.

Fenomena pemutihan terumbu karang global tahun ini menambah kekhawatiran di antara para ilmuwan. Artinya, terumbu karang di dunia kini berada dalam bahaya besar.

"Penafsiran yang realistis (dari peristiwa ini) adalah kita telah melewati titik kritis untuk terumbu karang," kata ahli ekologi David Obura, yang mengepalai Penelitian dan Pengembangan Samudra Pesisir Samudra Hindia Afrika Timur dari Mombasa, Kenya. Obura mengatakan fenomena ini tidak dapat dihentikan, kecuali benar-benar menghentikan emisi karbon dioksida.

Terumbu Karang di Indonesia Memutih Imbas Suhu Laut Naik

Terumbu karang memutih terjadi dibeberapa wilayah laut di Indonesia. Fenomena ini disebabkan terjadinya kenaikan suhu permukaan air di laut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang telah melakukan penilaian terhadap fenomena pemutihan karang tersebut.

Penilaian ini dilakukan secara bertahap sejak Januari hingga pertengahan Februari 2024 di Kawasan Konservasi Pulau Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan (Gili Matra), Kawasan Konservasi Laut Banda dan Taman Nasional Perairan Laut Sawu.

Kepala BKKPN Kupang, Imam Fauzi, mengatakan penilaian dilakukan menggunakan metode citizen science yang melibatkan kelompok masyarakat dan operator selam. Hasil penilaian cepat menunjukkan rata-rata tingkat pemutihan karang keras hidup pada seluruh bentuk pertumbuhan karang di Kawasan Konservasi Pulau Gili Matra berkisar 75%.

“Fenomena ini terjadi di Bounty Wreck (Sebelah Barat Pulau Gili Meno) dan Sunset Reef (Sebelah Selatan Pulau Gili Trawangan),” kata Imam melalui keterangan tertulis, Jumat (8/3).

Berdasarkan penilaian cepat yang dilakukan di Site Lava Flow dan Miniatur Banda menunjukkan kondisi pemutihan karang secara umum berkisar dibawah 25%. Pada kondisi tersebut karang bercabang masih dalam tahap memucat sebagai dampak dari terpapar kejadian pemutihan karang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, mengatakan kajian tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut atas prediksi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Coral Reef Watch. NOOA memprediksi bahwa akan terjadi kenaikan suhu air laut pada awal tahun 2024.

Ia mengatakan, penilaian fenomena coral bleaching perlu dilakukan karena terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan laut dan manusia.

Sementara coral bleaching dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem yang luas. KKP perlu memberikan atensi khusus dan melakukan aksi cepat menanggapi fenomena pemutihan karang.

“Fonemena ini merugikan bagi kehidupan laut serta sumber daya manusia yang bergantung pada ekosistem karang jika tidak dilakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi," kata Victor dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/3).

Reporter: Rena Laila Wuri