Kepulauan Widi di Halmahera Selatan, Maluku Utara akan dilelang pada 8 Desember mendatang di laman Sotheby’s. Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, pun menyatakan bahwa pulau kecil tidak bisa dimiliki oleh pihak manapun secara utuh.

“Pulau kecil hanya bisa dikelola oleh privat atau individu tertentu dengan batasan area maksimal tertentu,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (23/11).

Izin pengelolaan kepulauan ini sebetulnya dipegang oleh PT Leadership Island Indonesia (LII) sejak 2016 lalu, merujuk pada catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun sebenarnya, bisakah pulau Indonesia dimiliki oleh pihak asing?

LII sendiri mencoba menjual Kepulauan Widi melalui sistem akuisisi saham perusahaan tersebut. Karena LII sudah memiliki izin pengelolaan, maka pembeli bisa mengembangkan pulau sesuai keinginannya. 

Terkait hal ini pada 2020 lalu, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Aryo Hanggono menjelaskan dasar hukum kepemilikan bidang pulau di Indonesia adalah Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. 

Dalam pasal 42, dituliskan ada empat pihak yang bisa memperoleh hak pakai sebuah pulau, pertama warga Indonesia, kedua orang asing yang berkedudukan di indonesia. Kemudian juga badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 

Selain hak pakai, keempat pihak ini juga bisa memegang hak sewa sebuah pulau. Maka dari itu, pihak asing hanya bisa mendapat hak sewa serta hak pakai, bukan hak milik atas sebuah pulau.

Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki pulau tersebut pun wajib mengantongi sertifikat kepemilikan dan konsisten dengan persentase area konservasi di pulaunya. Hal ini sesuai dengan Peraturan menteri Agraria dan tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) nomor 17 tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau.

Dalam beleid tersebut dituliskan bahwa penguasaan atas pulau kecil paling banyak 70% dari luas pulau, dan sisa 30% tersebut dikuasai langsung oleh negara. Dari angka 70% tersebut, sebanyak 30% diantaranya harus dialokasikan untuk kawasan lindung.

“Artinya hanya 49% dari luas pulau yang boleh, 51% akan dikonservasi,” kata Aryo, dilansir dari laman Kementerian KKP.

Kasus Pelelangan Pulau Lainnya

Lelang Pulau Widi bukan satu-satunya kasus pelelangan pulau di Indonesia. Dalam pantauan Katadata, pulau di Maluku Utara ini juga ditawarkan di laman privateislandsonline.com. Selain Pulau Widi, ada delapan pulau lain yang dijual dengan penawaran sewa jangka panjang alias leasehold, bahkan hingga 100 tahun lamanya. Delapan pulau tersebut antara lain:

  1. Gili Tangkong di Nusa Tenggara Barat, dengan luas 6,8 hektare. Pulau ini dijual di privateislandsonline.com pada Februari 2021 dengan sistem sewa jangka panjang. 
  2. Pulau Ayam, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau. Pulau seluas 119 hektare ini dijual di situs privateislandsonline.com sejak Juni 2021 hingga sekarang. Sama seperti Gili Tangkong, pembeli bisa menawarkan harganya untuk menyewa Pulau Ayam dalam jangka panjang. 
  3. Sepasang pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau dengan luas total 64 hektare. 
  4. Pulau Panjang, Nusa Tenggara Barat dengan luas 13 hektare
  5. Properti di Pulau Sumba, menawarkan paket tepi pantai dengan luas 2 hektare. Harganya pun bervariasi dari Rp 114.000 hingga Rp 325.000 per meter persegi untuk luas lahan dua hingga 40 hektare. 
  6. Beberapa bidang tanah di Pulau Seliu, Bangka Belitung. Laman ini menawarkan dua jenis bidang tanah yang bisa disewa hingga 100 tahun bagi warga negara asing. Pertama yakni: Sunset Plot seluas 1,2 hektare dengan harga mulai dari Rp 4,9 miliar dan kedua Terrace Rocks View seluas satu hektare seharga mulai dari Rp 2,7 miliar.
  7. Properti di Surf Beach, Pulau Sumba. Lahan yang belum dikembangkan ini memiliki luas 14,9 hektare.
  8. The Pavilions di Pulau Tenggeran, Kepulauan Anambas. Pengelola pulau sebelumnya telah mendirikan villa eksklusif yang menjamin balik modal 5% pada tiga tahun pertama.
Reporter: Amelia Yesidora