Chairul Anwar Nidom, Bergelut dengan Virus Flu Burung dan Corona

Dok. Unair.ac.id
Chairul Anwar Nidom, Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan Unair, meneliti manfaat curcumin untuk melawan infeksi virus corona (Covid-19) berdasarkan formulasi yang ditemukannya untuk melawan virus flu burung.
Penulis: Hari Widowati
4/3/2020, 17.21 WIB
Jahe merah, salah satu tanaman yang mengandung curcumin, diburu masyarakat karena dianggap mampu menangkal virus corona. (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Memperingatkan Bahaya Virus Flu Burung

Profesor Nidom lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada 8 Maret 1958. Sepanjang kariernya sebagai peneliti, Nidom telah menghasilkan lebih dari 60 artikel penelitian. Riset yang ia lakukan seputar kajian mikrobiologi, di antaranya mengenai upaya dan penanggulangan pandemik flu burung yang diterbitkan pada 2005. Ia mendalami spesialisasinya ini di University of Tokyo, Jepang pada 2004-2005.

Seperti dikutip dari Majalah Gatra, Nidom merupakan ilmuwan yang pertama kali memberikan peringatan bahwa virus flu burung dari unggas bisa menginfeksi babi. Ia juga memperingatkan bahwa jenis virus ini bisa menular dari unggas ke manusia. “Namun, saat itu tidak didengar pemerintah,” kata suami dari Mamiek Hariati itu.

(Baca: Bio Farma Perkirakan Vaksin Corona Bisa Ditemukan 3 Tahun Lebih Cepat)

Pada 2003, Nidom mendapat tawaran dari Departemen Pertanian untuk menjadi bagian dari Tim Peneliti Penyakit Unggas Nasional. Tim tersebut dibentuk untuk mencari tahu mengapa angka kematian unggas di Indonesia jumlahnya terlalu tinggi. Ia menemukan bahwa penyebab di balik kematian unggas di Indonesia tersebut adalah virus H5N1, atau yang dikenal sebagai virus flu burung, yang berasal dari Guangdong, Tiongkok.

Ayah dari tiga anak ini sempat menyatakan bioterorisme (serangan teroris yang menggunakan senjata biologis berupa penyakit) sudah terjadi di Indonesia. Hal tersebut diperkuat oleh fakta-fakta non-alamiah. Seperti dikutip dari Republika, Nidom menyatakan flu burung yang terjadi sejak 2003 tak kunjung tuntas hingga 2015. Ia juga menyebut virus flu babi yang merebak pada 2009 memiliki struktur yang tidak alami.

Penulis: Destya Galuh Ramadhani (Magang)

Halaman: