Bursa Efek Indonesia (BEI) membenarkan otoritas pasar modal itu telah dimintai keterangan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait laporan dugaan gratifikasi IPO atau Initial Public Offering. Sebelumnya, anggota Bareskrim Polri juga telah mendatangi kantor BEI pada pekan lalu.
“Kalau untuk lebih jelasnya tanya Pak Nyoman (Direktur Penilaian Perusahaan),” kata Iman Rachman, Direktur Utama BEI di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (14/10).
Sebelumnya, sumber yang enggan disebutkan namanya menyebut BEI telah dipanggil oleh Bareskrim beberapa waktu lalu untuk dimintai keterangan terkait laporan dari salah satu pelaku pasar yang merasa dirugikan oleh perusahaan yang telah melakukan IPO. Kasus ini juga berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lima karyawan BEI yang diduga terlibat dalam kecurangan IPO. “Yang diduga juga berujung kerugian pada investor, ” kata sumber tersebut.
BEI Pecat Lima Karyawan yang Terlibat Gratifikasi IPO
Pada Agustus lalu, beredar kabar BEI telah memberhentikan lima karyawan yang diduga terlibat kasus gratifikasi IPO. Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, membenarkan bahwa telah terjadi pelanggaran etika yang melibatkan oknum karyawan bursa. BEI telah melakukan tindakan disiplin sesuai dengan prosedur serta kebijakan yang berlaku.
“BEI berkomitmen memenuhi prinsip good corporate governance melalui penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) melalui implementasi ISO 37001:2016,” tulis Kautsar dalam keterangan resmi, Senin (26/8).
Manajemen BEI menegaskan seluruh karyawannya dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun atas layanan atau transaksi yang dilakukan BEI dengan pihak ketiga. Hal itu tidak terbatas pada uang, makanan, barang maupun jasa.
Sebelumnya, lima karyawan Divisi Penilaian Perusahaan BEI diduga meminta imbalan berupa uang untuk memfasilitasi pencatatan saham emiten di BEI. Nilai gratifikasi yang diperkirakan mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah per emiten ini dilaporkan telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Praktik gratifikasi ini diduga melibatkan beberapa emiten yang saat ini sahamnya telah tercatat di bursa. Selain itu, imbalan uang yang diterima oleh para oknum berkisar antara ratusan juta hingga satu miliar rupiah untuk setiap emiten.
Lebih jauh, dalam pemeriksaan ditemukan bahwa para oknum tersebut diduga membentuk perusahaan jasa penasihat secara terorganisir. Dari perusahaan ini, terakumulasi dana sekitar Rp 20 miliar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung BEI menjatuhkan sanksi tegas kepada oknum yang terlibat dalam kasus dugaan gratifikasi IPO yang bernilai miliaran itu. Lembaga tersebut juga melarang semua pegawainya terlibat dalam praktik penyuapan, termasuk menerima gratifikasi saat menjalankan tugas dan fungsinya.
"BEI telah berkoordinasi dengan OJK dan OJK mendukung langkah tegas BEI menjatuhkan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar untuk menjaga integritas serta kepercayaan kepada institusi," ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa, dalam keterangan resmi, Rabu (28/8).
Aman mengatakan hal ini merupakan respons OJK terhadap pemberitaan di beberapa media massa terkait dugaan adanya praktik gratifikasi pada proses IPO. Dengan demikian, OJK sedang mendalami potensi keterkaitan pegawai OJK dalam hal tersebut.
“Sejauh ini belum menemukan indikasi pelanggaran oleh pegawai OJK terkait dengan penawaran umum," ujarnya.