Guru Besar Universitas Indonesia (UI) sekaligus Pengamat Pasar Modal, Budi Frensidy, memberikan tanggapan terkait rencana Presiden Republik Indonesia ke-8, Prabowo Subianto, untuk membentuk badan pengelola investasi negara (sovereign wealth fund/SWF) yang diberi nama Daya Anagata Nusantara atau Danantara Indonesia.
Ia menyebut pembentukan tersebut diharapkan dapat berperan sebagai stand by buyer untuk saham-saham di pasar modal. Tak hanya itu, Budi mengatakan kehadiran Danantara bisa dimanfaatkan untuk membentuk market maker atau liquidity provider, khususnya bagi saham BUMN.
Ia juga menyebut hal itu Supaya saham-saham BUMN ini ada market maker-nya atau liquidity provider yang membuat dia tidak mudah jatuh, cenderung lebih mudah naik.
“Karena ada liquidity provider yang punya dana untuk mendukung, untuk murah bisa diambil, murah ambil,” kata Budi saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis, (28/11).
Budi juga menyayangkan lembaga keuangan pelat merah, seperti BPJS Ketenagakerjaan (Jamsostek) dan Taspen, saat ini belum optimal berperan sebagai pembeli siaga (stand by buyer) untuk saham-saham emiten BUMN. Menurutnya, jika peran ini diambil, lembaga tersebut bisa menahan penurunan harga saham akibat keluarnya dana asing.
Ia mengatakan dana di Jamsostek mencapai Rp 700 triliun, belum termasuk Taspen, perusahaan asuransi BUMN, dan dana pensiun lainnya. Ia menilai apabila mereka percaya pada BUMN dan menjadi stand by buyer, tentu dampaknya akan positif.
Selain itu, ia menilai pembentukan Danantara tidak akan memberikan dampak signifikan bagi pasar modal selama super holding tersebut belum menjadi perusahaan publik atau melantai di bursa atau bahkan menjadi kapitalisasi pasar terbesar.
“Tapi kalau mau efeknya sebagai katalis positif di bursa efek, ya ada dana masuk,” ungkapnya.
Prabowo Rapat Sampai Malam, Bahas Finalisasi Aturan Hukum Danantara
Presiden Prabowo Subianto mengadakan rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (25/11), untuk membahas kelanjutan pembentukan BP Danantara. Beberapa pejabat yang hadir dalam rapat tersebut antara lain Menteri Investasi Rosan Roeslani, Kepala BP Danantara Muliaman Darmansyah Hadad, serta Wakil Kepala BP Danantara Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang. Rosan Roeslani menjelaskan bahwa rapat terbatas kali ini fokus pada penyesuaian pembentukan BP Danantara dengan regulasi yang berlaku.
Presiden menekankan pentingnya memastikan BP Danantara memenuhi aspek legalitas dan kepatuhan terhadap regulasi. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah kepatuhan BP Danantara terhadap regulasi yang mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Berdasarkan dokumen Danantara Indonesia Sovereign Fund, BP Danantara akan berfungsi sebagai pengelola sovereign wealth fund (SWF) dengan dana kelolaan awal sebesar US$ 600 miliar, atau sekitar Rp 9.429,8 triliun, dengan asumsi nilai tukar Rp 15.716 per dolar Amerika Serikat.
Ada tujuh badan usaha milik negara (BUMN) yang bakal masuk ke dalam Danantara, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT PLN, Pertamina, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dan holding BUMN pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID. Adapun Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri dan Telkom merupakan BUMN yang terdaftar di pasar modal Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Ini kan suatu pekerjaan yang sangat besar dan tentunya juga karena ini melibatkan perusahaan terbuka, maka melibatkan undang-undang pasar modal," kata Rosan dalam keterangan pers seusai pertemuan dengan presiden.