Bank Tabungan Negara (BBTN) menargetkan laba bersih kembali ke angka Rp 2,5 triliun hingga Rp 3 triliun pada 2020 ini, setelah tergerus signifikan hingga hanya mencapai Rp 209,26 miliar tahun lalu. Target tersebut tak jauh beda dengan capaian 2017 dan 2018.

BTN mencatatkan laba bersih sebesar Rp 3,02 triliun pada 2017, lalu turun menjadi Rp 2,8 triliun pada 2018. "Kami optimistis laba Rp 3 triliun tahun ini karena didukung pondasi bisnis yang kuat dan lebih hati-hati, serta potensi bisnis yang masih besar," kata Direktur Utama Bank BTN Pahala N. Mansury di Jakarta, Senin (17/2).

(Baca: Laba BTN Sepanjang 2019 Anjlok 92% Tergerus Kredit Macet)

Tahun lalu, laba bersih BTN anjlok 92,5% dari Rp 2,8 triliun pada 2018 menjadi hanya Rp 209,26 miliar karena tergerus signifikan oleh cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau provisi. Provisi naik 85,4% dari Rp 3,29 triliun menjadi Rp 6,16 triliun.

Kenaikan provisi seiring penurunan kualitas sejumlah kredit dalam portofolionya. Pahala menyebut dari segmen kredit komersial, terjadi penurunan kualitas atas kredit sebesar Rp 1,3 triliun yang sebelumnya telah direstrukturisasi.

"Terutama memang di segmen komersial high rise atau apartemen. Penurunan kualitas kredit tersebut dikarenakan melambatnya penjualan apartemen," kata dia.

(Baca: Laba Anjlok untuk Cadangan Kredit Seret, Harga Saham BTN Kian Tertekan)

Seiring penurunan kualitas kredit, rasio kredit seret (NPL) terhadap total kredit BTN pun melonjak. NPL gross naik dari 2,81% menjadi 4,78%, sedangkan NPL net naik dari 1,83% menjadi 2,96%.

Pahala menambahkan, pencadangan yang naik juga efek dari implementasi PSAK 71. Dalam standar akuntansi terbaru ini, pencadangan harus disiapkan di atas 100% terhadap kredit berisiko mulai 2020. Maka itu, BTN melakukan peningkatan pencadangan secara bertahap sejak tahun lalu. Per Januari 2020, pencadangan telah mencapai 109,47%.

Tahun ini, BTN memperkirakan masih akan menambah pencadangan sebesar Rp 1,2 triliun. Namun, Direktur Keuangan BTN Nixon Napitupulu mengatakan, jika mampu menjaga kualitas kredit baru, maka pencadangan bisa berkurang sehingga membuat laba bersih tahun ini semakin membesar.

Target tahun ini, NPL gross bisa dijaga pada level antara 3% hingga 3,5%. Untuk memperbaiki kualitas kredit,  BTN mengambil beberapa langkah inisiatif, di antaranya berupa penguatan sistem manajemen penagihan. Perusahaan melakukan pembersihan data untuk meningkatkan contacted rate, membuat prioritas penagihan kredit, dan memperbaiki proses bisnis restrukturisasi kredit.

Selain itu, BTN akan memperluas jalur (channel) penjualan melalui portal rumah murah dan kemitraan dengan e-commerce seperti OLX maupun Rumah123. Perusahaan juga membentuk unit kerja baru untuk mempercepat penyelesaian NPL dan sentralisasi penanganan NPL besar.

"Kami juga meningkatkan penjualan melalui kerja sama investor penjualan seperti PPA, SMF, maupun mengambil jalur hukum," kata Pahala.

Adapun target laba bersih tahun ini bakal ditopang oleh kenaikan penyaluran kredit yang ditargetkan tumbuh 8% hingga 10% tahun ini. Pahala menjelaskan strategi kredit tahun ini seperti mengoptimalkan porsi pada program KPR subsidi pemerintah, termasuk memaksimalkan stok rumah subsidi dengan mengembangkan KPR untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

BTN juga akan meningkatkan KPR di segmen milenial dan menargetkan masyarakat yang melakukan urbanisasi. Di luar itu, BTN menargetkan kredit untuk segmen BUMN yang kualitasnya terbukti masih bagus dengan NPL 0%.