Bank Mandiri (BMRI) dikabarkan tengah dalam pembicaraan untuk masuk ke Bank Muamalat yang sedang mengalami tekanan keuangan. Sejauh ini, belum terang skema yang akan dijalankan.
Namun, berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh katadata.co.id, Bank Mandiri tidak masuk secara langsung dan akan menyediakan bantuan asistensi.
Informasi tentang kemungkinan masuknya Bank Mandiri tersebut diperkuat dengan kehadiran Plt Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman Arif Arianto dalam agenda pertemuan antara manjemen Bank Muamalat dengan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin di Kantor Wapres, Jakarta, pada Senin, 28 Oktober 2019. Dalam agenda tersebut juga hadir Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso.
Usai pertemuan tersebut, Head of Corporate Affairs Bank Muamalat Hayunaji mengatakan, Ma’ruf yang sebelumnya menjabat Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat menyampaikan dukungannya atas ekonomi syariah dan Bank Muamalat. “(Ma’ruf berpesan) Muamalat sebagai lembaga syariah pertama di Indonesia ya harus dijaga going concern-nya,” kata dia.
Berdasarkan informasi lain yang diperoleh katadata.co.id, akan ada pertemuan lanjutan guna membahas hal ini, dengan melibatkan otoritas terkait. (Baca: Dukungan Ma’ruf Amin Agar Bank Muamalat Tetap Beroperasi)
Hingga berita ini ditulis, manajemen Bank Muamalat dan Bank Mandiri belum memberikan tanggapan mengenai peluang masuknya Bank Mandiri. Direktur Utama Bank Muamalat Achmad K. Permana belum menjawab pesan singkat maupun telepon katadata.co.id.
Begitu juga dengan Plt Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman Arif Arianto. Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo juga belum dapat dihubungi.
Bank Muamalat memang tengah mengalami tekanan keuangan. Rasio kredit seret tinggi, sedangkan permodalan semakin menipis. Hal ini membuat ruang gerak bank terbatas untuk ekspansi kredit. Meski begitu, pemegang saham mayoritasnya tidak bisa menambah modal karena terbentur aturan internal.
Bank syariah pertama di Indonesia tersebut pun sudah bertahun-tahun membuka diri untuk masuknya investor baru. Sederet nama calon investor pernah mencuat, namun belum ada yang gol.
Berdasarkan laporan keuangan Bank Muamalat pada semester I 2019, perusahaan hanya membukukan laba bersih sebesar Rp 5,08 miliar, anjlok 95% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 103,74 miliar. Penyebabnya, laba operasional yang turun 87,77% menjadi Rp 19,06 miliar, imbas penurunan pendapatan. Pendapatan setelah distribusi bagi hasil tercatat turun 68,12% menjadi Rp 203,34 miliar.
(Baca: Bank Mandiri akan Lepas Seluruh Saham Mandiri AXA Tahun Depan)
Di sisi lain, perusahaan mencatatkan rugi nonoperasional sebesar Rp 12,28 miliar. Kerugian ini lebih rendah 23,74% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 16,12 miliar. Perkembangan ini seiring beban nonoperasional yang turun 28,63% menjadi Rp 12,96 miliar, dari periode sama tahun lalu Rp 12,28 miliar.
Rasio pembiayaan seret (NPF) gross per akhir Juni tercatat 5,41%, naik dari posisi sama tahun lalu 1,65%. Sedangkan NPF nett tercatat 4,53%, melonjak dari posisi sama tahun lalu 0,88%. Adapun sesuai ketentuan, batas maksimal rasio nett yang ditetapkan otoritas yakni 5%. Seiring perkembangan tersebut, rasio kecukupan modal tergerus menjadi 12,01%, dari posisi sama tahun lalu 15,92%.
Saat ini, mayoritas saham Bank Muamalat dipegang Islamic Development Bank, dengan besaran 32,74%, diikuti Bank Boubyan 22%, Atwill Holdings Limited 17,91% dan National Bank of Kuwait 8,45%. Sisanya, saham dipegang IDF Investment Foundation 3,48%, BMF Holdings Limited 2,84%, Reza Rhenaldi Syaiful dan Dewi Monita masing-masing 1,67%, Ande Mirza Hartawan 1,66%, Koperasi Perkayuan Apkindo – MPI (Kopkapindo) 1,39%, dan pemegang saham lainnya 6,19%.
Terakhir kali, Komisaris Utama Bank Muamalat Ilham Habibie memimpin konsorsium untuk masuk ke Bank Muamalat. Namun, hingga kini belum ada informasi kelanjutannya. Pertengahan Agustus lalu, pejabat yang mengetahui perkembangan Bank Muamalat mengisyaratkan salah satu penyebab calon investor belum ada yang sukses masuk lantaran terbentur kesiapan keuangan. “Perlu investor yang punya kemampuan keuangan yang memadai,” ujarnya kepada katadata.co.id.