Bunga deposito valuta asing (valas) tercatat terus meningkat. Perbankan berharap kenaikan tersebut bakal membuat pemilik valas, termasuk eksportir, lebih tertarik menempatkan dananya di perbankan domestik. Bahkan, sudah ada perbankan yang menawarkan bunga valas nyaris 3% per tahun untuk deposito berjumlah besar.
Mengacu pada data Statistik Perbankan Indonesia per Mei, bunga deposito valas bank umum terus bergerak naik sejak tahun lalu, berbanding terbalik dengan bunga deposito rupiah yang ketika itu cenderung turun. Per Mei, bunga deposito valas untuk jangka 1 bulan tercatat sebesar 1,35%, jauh di atas bulan yang sama tahun lalu yaitu 0,95%.
Sementara itu, untuk deposito valas jangka 3 bulan, bunganya sebesar 1,86%, juga di atas bulan yang sama tahun lalu 1,34%. Lalu, untuk jangka 6 bulan, bunganya sebesar 1,76%, di atas bulan yang sama tahun lalu 1,6%. Terakhir, untuk jangka 1 tahun ke atas, bunganya sebesar 1,47%, juga melebihi bulan yang sama tahun lalu 1,25%.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pihaknya bahkan sudah memberikan bunga deposito di kisaran 2,5-2,75% untuk deposito valas jumlah besar, jauh di atas sebelumnya di kisaran 0,75%. “Sudah per dua minggu yang lalu. Tapi enggak di counter ya. Ini one on one negotiate rate,” ucapnya di Kantor Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Jakarta pada Senin (30/7).
(Baca juga: Kumpulkan 40 Konglomerat, Jokowi Minta Devisa Ekspor Dibawa ke RI)
Ia menjelaskan, kenaikan bunga tersebut merupakan salah satu strategi untuk menarik pelaku usaha agar menempatkan valasnya dalam deposito di Bank Mandiri. Sebab, pelaku usaha pasti membandingkan penempatan valas di berbagai instrumen, di dalam dan di luar negeri, untuk meraup keuntungan terbaik.
Menurut dia, potensi devisa hasil ekspor yang bisa diserap bank-bank pelat merah cukup besar yaitu mencapai US$ 500 juta per bulan. “Masalahnya tadi, mereka selalu membandingkan dengan total yield mereka kalau mereka taruh di foreign,” ujarnya.
Lebih jauh, untuk meningkatkan daya tarik penempatan valas di dalam negeri, ia menyebut pentingnya instrumen-instrumen guna membuat pelaku usaha yakin bahwa “deal” yang diperoleh dari deposito sesuai dengan harapan mereka.
“Karena memang sekarang dengan volatilitas seperti ini. Saya lihat memang banyak eksportir yang mulai nahan jual. Nah memang harus ada kepastian jual masa depan,” kata dia.
Adapun upaya mendorong pasokan valas juga tengah menjadi fokus pemerintah. Tujuannya, untuk membantu stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, pekan lalu, Presiden Joko Widodo bersama para menteri ekonomi-nya menggelar pertemuan khusus dengan para taipan untuk mengimbau pemulangan dan konversi devisa hasil ekspor ke rupiah.
Pemerintah mencatat ada sekitar 15% devisa hasil ekspor yang tak masuk ke Indonesia, sementara hitungan BI sekitar 10%. Padahal, ada ketentuan BI yang mewajibkan devisa tersebut diparkir di bank devisa dalam negeri, meski tak ada ketentuan batas minimal waktu penyimpanan.
(Baca juga: Jokowi Minta Bantuan Konglomerat, BI: Total Devisa Ekspor Sudah 90%)
Mengacu pada data BI, sepanjang Januari hingga Mei tahun ini, nilai ekspor untuk keseluruhan mata uang mencapai US$ 75,11 miliar, sedangkan untuk yang transaksinya dalam dolar AS mencapai US$ 70,93 miliar.