Perbankan plat merah mewaspadai dampak kenaikan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia terhadap kenaikan biaya dana (cost of fund) bank. Apalagi momen menjelang lebaran seperti saat ini, masyarakat akan melakukan penarikan uang tunai yang relatif lebih besar.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menyatakan tidak akan menyesuaikan peningkatan suku bunga acuan BI ke bunga kredit saat ini. Alasannya, tahun ini perbankan telah sepakat untuk mendorong pertumbuhan kredit. Menaikan bunga bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit.
Meski begitu, ada kekhawatiran kenaikan suku bunga BI bisa berdampak terhadap likuiditas bank. "Mungkin cost of fund yang akan meningkat," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/5). (Baca: Arus Keluar Dana Asing Tekan Rupiah, BI Kerek Bunga Acuan Jadi 4,75%)
Lantaran memilih untuk menahan tingkat bunganya, Kartika memprediksi marjin keuntungan bank tahun ini akan sedikit turun. Meski begitu, dia tetap optimistis pertumbuhan kredit perbankan tahun ini paling tidak dapat tumbuh 10 persen.
Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Ahmad Baiquni menyatakan masih menghitung dampak kenaikan suku bunga BI 7-days reverse repo rate terhadap cost of fund. Dia memprediksi dalam dua bulan, penyesuaian bunga dapat dilakukan. "Nanti kami akan lihat berapa besar pengaruhnya," kata Baiquni.
(Baca: Di Akhir Masa Jabatan, Gubernur BI Keluhkan Bunga Bank Masih Tinggi)
Sementara Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Suprajarto menilai langkah BI menaikkan tingkat suku bunga acuannya menjadi 4,75 persen memang perlu dilakukan. Namun, seperti halnya Bank Mandiri, Suprajarto memilih menahan tingkat suku bunga BRI saat ini.
"Karena kami perlu situasi yang kondusif," kaya Suprajarto.
BI telah memutuskan menaikkan kembali bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo mengaku alasan menaikkan suku bunga untuk menjaga nilai tukar rupiah di tengah meningkatnya risiko pasar keuangan global. (Baca: Gubernur BI: Masih Ada Ruang Kenaikan Bunga Acuan)