Akuisisi ANZ Rampung, DBS Perkuat Layanan Perbankan Orang Kaya

Katadata | Arief Kamaludin
Gerai Bank DBS pada pameran Indonesia Fintech Festival and Conference 2016 di Tangerang, Banten, 30 Agustus 2016.
Penulis: Muchamad Nafi
12/2/2018, 18.59 WIB

Setelah mengumumkan rencana pengambilalihan bisnis retail dan wealth management ANZ untuk pasar Indonesia pada Oktober 2016, hari ini, Senin (12/02/2018), PT Bank DBS Indonesia merampungkan akuisisi tersebut. Dengan aksi korporasi ini, DBS akan makin memperkuat lini bisnis pada layanan perbankan bagi orang-orang kaya Indonesia.

Selesainya proses pengambilalihan bisnis retail dan wealth management ANZ Indonesia pada 10 - 11 Februari 2018 juga melengkapi aksi korporasi bank asal Singapura itu untuk pasar Hong Kong, Singapura, Cina, dan Taiwan. Proses di Cina selesai pada 17 Juli 2017 dan Singapura 7 Agustus 2017. Adapun pengambilalihan pasar Hong Kong rampung pada 11 September 2017 dan Taiwan pada 11 Desember 2017.

Menurut President Director PT DBS Bank Indonesia Paulus Sutisna, sejak pengumuman rencana tersebut, masa transisi berjalan dengan baik dan lancar. Bisnis dua perusahaan berhasil diintegrasikan. Ia optimistis pengambilalihan ini akan memperkuat posisi DBS di Indonesia, terutama dalam lini bisnis retail dan layanan perbankan bagi masyarakat kelas premium atau wealth management.

(Baca juga: Digibank dari DBS Tarik 1.000 Nasabah Baru Setiap Hari)

Dengan sistem pengelolaan wealth franchise yang kokoh dan terintegrasi serta keunggulan dalam memanfaatkan inovasi digital, Paulus melanjutkan, akan menjadikan DBS sebagai pengelola bisnis wealth terdepan di Indonesia. “Juga memberi akses bagi nasabah wealth ANZ terhadap solusi-solusi yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, berikut dengan rangkaian layanan perbankan universal yang lengkap,” kata Paulus dalam keterangan resmi yang diterima Katadata, Senin (12/02).

Keyakinan tersebut juga disampaikan Wawan Salum. Managing Director and Head of Consumer Banking Group and Wealth Management DBS Indonesia ini menyatakan langkah strategis tersebut akan memperluas jaringan cabang, memberi solusi-solusi sesuai kebutuhan nasabah, juga rangkaian layanan perbankan universal yang lengkap.

“Inilah kesempatan luar biasa bagi kami untuk terus menawarkan layanan, saran, dan solusi kelas atas kepada nasabah kami,” ujarnya. Dia percaya diri akuisi tersebut memungkinkan perusahaannya lebih meningkatkan posisi DBS di sektor private banking.

Besarnya pasar kelas atas memang menjadi bidikan sejumlah bank. Mereka beramai-ramai memperkuat lini usaha wealth management, bisnis pengelolaan dana kelas premium yang diisi golongan menengah-atas. Pertumbuah jumlah dana pihak ketiga (DPK) dari kelompok tersebut memang terus naik dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya diperlihatkan makin membesarnya simpanan nasabah dengan nilai di atas Rp 2 miliar.

Pada Mei 2017, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan total rekening dan nominal simpanan yang dijamin -di bawah Rp 2 miliar- mencapai 212,77 juta rekening. Angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebanyak 206,88 juta rekening. Nilainya pun meningkat dari Rp 2.125,87 triliun menjadi Rp 2.142,974 triliun.

Sementara simpanan di atas Rp 2 miliar -yang tidak dijamin oleh LPS- bertambah dari 239.215 rekening pada April 2017 menjadi 241.274 rekening pada Mei 2017. Nilainya naik dari Rp 2.887,8 triliun menjadi Rp 2.961,8 triliun pada Mei 2017. Dari uang sebanyak itu, orang-orang kaya paling banyak menempatkannya di tabungan, walau secara nominal lebih besar di rekening giro hingga Rp 1.235,098 triliun.

Pekan kedua Desember 2017, LPS kembali merilis pertumbuhan dana-dana ini. Per November tahun lalu, total simpanan di bawah Rp 2 miliar sebanyak 239,01 juta rekening, naik 7.910.492 rekening dari posisi Oktober 231,1 juta akun. Nilainya juga bertambah dari Rp 2.229,4 triliun, “Menjadi Rp 2.265,6 triliun di akhir November 2017,” kata Sekretaris LPS Samsu Adi Nugroho ketika itru.

Adapun untuk simpanan dengan nilai di atas Rp 2 miliar juga meningkat, dari 248.996 rekening menjadi 249.274 rekening. Walaupun, secara nominal sediki menurun dari Rp 3.028,2 triliun pada Oktober menjadi Rp 3.014 triliun pada bulan berikutnya.