Bunga The Fed Naik, Gubernur BI Yakin Investor Asing Tak Kabur

Arief Kamaludin|KATADATA
Gubernur BI Agus Martowardojo
11/3/2017, 08.00 WIB

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo meyakini, investor asing tetap tertarik berinvestasi di Indonesia meski bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga dananya (Fed Fund Rate) pekan depan. Optimisme tersebut seiring dengan masih kuatnya aliran masuk dana asing (capital inflow).

“Buktinya capital inflow masih positif, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) masih oke. Naik sedikit, turun sedikit, arahnya masih positif, kursnya juga tidak jelek,” katanya di Jakarta, Jumat (10/3). Dalam catatannya, aliran masuk dana asing mencapai Rp 31 triliun hingga minggu kedua Maret ini.

(Baca juga: Potensi Kenaikan Bunga Dana Amerika Pukul Harga Emas Dunia)

Menurut Agus, daya tarik utama investasi di Indonesia adalah fundamental ekonomi yang baik. Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02 persen atau di atas pencapaian negara tetangga. Inflasi juga masih dalam kisaran target, yakni 3,02 persen. Di sisi lain, defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) terkendali di level dua persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Selain itu, cadangan devisa juga yang terus meningkat hingga mencapai US$ 119,9 miliar di akhir Februari lalu. Cadangan devisa akan membantu memperkuat rupiah di dalam negeri, bila dolar Amerika Serikat (AS) menguat signifikan.

“(Tahun) 2015 (cadangan devisa) sebesar US$ 105 miliar, 2016 US$ 115 miliar, lalu menjadi US$ 199,9 miliar jadi menunjukkan bahwa dana yang masuk, eksportir, juga lepas valasnya. Jadi secara umum ekonomi baik,” katanya.

Meski begitu, Agus menyatakan, BI tetap mewaspadai berbagai kondisi global yang bisa memengaruhi ekonomi domestik. Sejauh ini, BI masih memantau dampak dari kebijakan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) di tengah meningkatnya inflasi di kawasan tersebut. Begitu juga dengan gejolak yang terjadi di Perancis jelang pemilihan umum (pemilu).

BI juga mewaspadai dampak dari pertumbuhan ekonomi Cina yang semakin menurun. Terakhir, Cina mengumumkan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 6,5 persen. Selain itu, harga minyak dunia juga tak lepas dari pantauan. (Baca juga: Waspadai Bunga AS Naik, BI Perluas Kerja Sama Antar-Bank Sentral)

“Ini kami perhatikan. Termasuk harga minyak tadinya sudah di atas US$ 50 PER BAREL jadinya di bawah karena stok dan produksi di AS naik. Ini jadi perhatian kami tapi secara umum kondisi ekonomi (Indonesia) membaik,” ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan pun menyatakan keyakinannya investor akan tetap tertarik berinvestasi di Indonesia meski bank sentral AS menaikkan bunga dananya. Sebab, investasi di Indonesia masih menguntungkan.

Ia mencontohkan, kupon Surat Utang Negara (SUN) yang ditawarkan pemerintah di kisaran tujuh hingga delapan persen, lebih tinggi dibanding surat berharga pemerintah AS tenor 10 tahun yang hanya di kisaran dua persen.

Selain ditopang oleh besarnya imbal hasil (yield) yang ditawarkan, aliran masuk dana asing juga ditopang oleh fundamental ekonomi yang masih baik. Apalagi dua lembaga pemeringkat internasional juga sudah memberikan prospek positif untuk peringkat utang Indonesia.

Sekalipun terjadi aliran keluar dana asing atau capital outflow, ia yakin BI akan melakukan intervensi di dua pasar yakni surat utang dan pasar uang. Tekanan terhadap nilai tukar juga akan diminimalisir oleh kebijakan kewajiban penggunaan rupiah. (Baca juga:173 Perusahaan Berpotensi Rugi Kurs dari Utang Valas)

"Biasanya BI jaga, kalau ada apa-apa intervensinya di bond market (pasar surat utang) dan forex market (pasar valas) ini. Lagipula cadev masih besar," kata Anton.