Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan tren penguatan pada bulan ini. Dalam perdagangan Rabu (14/12), kurs rupiah tercatat paling menguat di antara mata uang Asia lainnya. Padahal, sepanjang November lalu, rupiah masuk dalam deretan mata uang Asia yang melemah paling dalam.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan, penguatan rupiah lantaran adanya aliran masuk dana asing (capital inflow) sebesar Rp 7 triliun sepanjang Desember ini. “Nilai tukar menguat karena ada inflow,” katanya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Rabu (14/12). Yang menarik, capital inflow tersebut bukan dana repatriasi terkait program pengampunan pajak (tax amnesty).

Menurut perhitungan Juda, capital inflow sepanjang tahun ini mencapai Rp 120 triliun hingga Rp 130 triliun. Angka tersebut belum termasuk dana repatriasi sebesar Rp 100 triliun yang disebut-sebut bakal masuk di akhir tahun ini. "Kami masih pegang data (repatriasi) Oktober yakni Rp 40 triliun," katanya.

(Baca juga: Dana Repatriasi Kerek Surplus Neraca Pembayaran 14 Kali Lipat)

Dilansir dari kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar rate (JISDOR), nilai tukar rupiah berada di level 13.285 per dolar AS pada perdagangan Rabu ini. Rupiah menguat 0,18 persen dibanding  hari sebelumnya yang sebesar 13.309 per dolar AS. Sedangkan mengacu pada data Bloomberg, kurs rupiah menguat 0,23 persen ke level 13.293 per dolar AS.

Penguatan kurs rupiah tersebut merupakan yang terbesar di antara mata uang Asia lainnya. Yuan Cina, misalnya, cuma menguat 0,04 persen. Demikian juga dengan yen Jepang yang menguat tipis 0,09 persen. Sejumlah mata uang Asia bahkan tercatat melemah, seperti won Korea yang turun 0,25 persen dan ringgit Malaysia 0,21 persen. 

(Baca juga: Tekanan Global Naik, BI-Jepang Perpanjang Kerja Sama Swap Rp 22,76 T)

Juda mengatakan, pelemahan kurs rupiah beberapa waktu lalu terjadi lantaran pasar masih melihat risiko dari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Namun, saat ini penyesuaian sudah dilakukan kembali oleh pasar. Hal ini terlihat dari masuknya dana asing sebesar Rp 7 triliun yang memberi sokongan positif terhadap kurs rupiah di Desember ini.

Sebagai gambaran, kurs rupiah sempat menembus 13.800 per dolar AS pasca terpilihnya Trump sebagai presiden AS. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, pada pekan kedua November yaitu saat Trump terpilih, rupiah melemah 0,65 persen terhadap dolar AS. Begitu pula terhadap mata uang lainnya, seperti dolar Australia sebesar 0,73 persen, euro 2,74 persen, dan yen Jepang 0,52 persen.

Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, dana asing yang keluar dari Indonesia mencapai Rp 16 triliun dalam tempo sepekan perdagangan, yaitu 9 sampai 14 November lalu. Adapun upaya BI melakukan stabilisasi kurs sepanjang November membuat cadangan devisa tergerus US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 46 triliun.

(Baca juga: Terpukul Efek Trump, Cadangan Devisa Susut US$ 3,5 Miliar)

Agus menduga, keputusan investor asing menarik dananya dari pasar keuangan Indonesia lantaran ingin mengambil untung di akhir tahun. Ia meramalkan dana-dana tersebut bakal kembali masuk pada awal 2017 mendatang. Hal itu seiring dengan membaiknya fundamental ekonomi di dalam negeri.