Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti melihat perbankan saat ini dalam kondisi baik. Masuknya 12 bank dalam daftar bank sistemik bukan karena buruknya kesehatan bank tersebut, melainkan karena dampaknya yang signifikan terhadap industri keuangan.
Ia menjelaskan, penetapan bank berdampak sistemik berdasarkan besarnya ukuran (size) suatu bank. Selain itu, tingginya kompleksitas produk, dan besarnya interkoneksinya dengan industri keuangan, misalnya melalui anak usaha. Pengawasan ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap bank sistemik tersebut akan meminimalisir dampak negatif dari bank itu bila ada tekanan di industri keuangan.
Secara umum, Destry menjabarkan, kondisi perbankan saat ini baik dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) dan rasio aset lukuid terhadap dana nasabah sebesar 22,3 persen dan 20,2 persen. Begitu pula dengan kondisi makro ekonomi yang masih baik dengan pertumbuhan ekonomi 5,04 persen.
Meski begitu, “Kami tetap waspada, makanya bank berhati-hati dan mengerem kredit, juga perhatikan alokasi kredit,” kata Destry kepada Katadata, Jumat (18/11). (Baca juga: Risiko Kredit Macet, Indonesia Sulit Raih Peringkat Layak Investasi)
Sekadar catatan, risiko bank dari kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tercatat masih cukup tinggi. Per kuartal III lalu, rasio NPL sebesar 3,1 persen. Namun, Destry berpendapat, NPL masih terkendali. Apalagi beberapa bank telah meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atau provisi untuk mengantisipasi NPL.
“Makanya bank konsolidasi, tidak mau jor-joran menyalurkan kredit. Berhati-hati. Makanya bank menaikkan efisiensi dan bisnis proses juga diperbaiki,” kata dia. (Baca juga: Ekonomi Lambat, OJK Revisi Pertumbuhan Kredit Jadi 7 Persen)
Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Basuki Purwadi mengatakan, ada 12 bank yang masuk dalam daftar bank berdampak sistemik. Jumlahnya turun dibanding awal tahun ini, yaitu ada 20 bank sistemik berdasarkan penilaian OJK.
Penetapan bank sistemik tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Dalam UU tersebut dijelaskan, OJK berkoordinasi dengan BI untuk melakukan pemutakhiran daftar bank sistemik secara berkala setiap enam bulan sekali.
Secara lebih rinci, penetapan bank sistemik berdasarkan sejumlah kriteria. Pertama, berdasarkan ukuran aset, modal, dan kewajibannya. Kedua, luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan. Ketiga, keterkaitan dengan sektor keuangan lain.
Dengan tiga kriteria itu, suatu bank dianggap berdampak sistemik jik mengalami gangguan atau gagal maka mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial.
Menurut Basuki, bank sistemik harus menjaga dan mempersiapkan modalnya agar cukup menghadapi tekanan yang ada. Untuk mengantisipasi dampak lebih lanjut, bank juga harus menyiapkan recovery and resolution plan untuk penyelamatan bila terjadi permasalahan likuiditas ataupun solvabilitas.