Klaim Asuransi Jiwa dan Kesehatan Akibat Covid-19 Capai Rp 216 Miliar

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
Petugas membersihkan logo asuransi jiwa di Kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, Rabu (10/6/2020).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
25/9/2020, 17.07 WIB

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat jumlah klaim perusahaan asuransi jiwa terkait Covid-19 mencapai Rp 216,03 miliar untuk 1.642 polis. Pembayaran klaim oleh 56 perusahaan asuransi tersebut terjadi pada rentang Maret-Juni 2020.

Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi AAJI Wiroyo Karsono menjelaskan pembayaran klaim itu diberikan kepada nasabah, baik yang sakit ataupun meninggal karena virus corona. Pembayaran klaim dilakukan, meski sebenarnya biaya pengobatan pasien Covid-19 sudah ditanggung oleh pemerintah.

"Sebagai bentuk empati dan komitmen industri asuransi, hampir seluruh asuransi jiwa menyatakan dan mengeksekusi klaim-klaim akibat Covid-19," kata Wiroyo dalam paparan kinerja asuransi jiwa semester I 2020 secara virtual, Jumat (25/9). 

 Sebagian besar klaim asuransi yang diberikan terkait Covid-19 merupakan klaim jiwa dan kesehatan, tepatnya 93% dari total klaim atau setara Rp 200 triliun untuk 1.578 polis. Sisa 7% klaim diberikan untuk asuransi jiwa kredit, bagi nasabah yang mengambil kredit kemudian meninggal karena Covid-19. Dengan klaim ini, kreditnya dilunasi oleh asuransi.

Berdasarkan nilai klaimnya, wilayah DKI Jakarta menjadi yang paling banyak yaitu mencapai Rp 146,92 miliar. Jumlah klaim yang banyak itu, sejalan dengan jumlah pasien Covid-19 di ibu kota. "Karena kita tahu juga, pasien Covid-19 paling banyak juga di DKI Jakarta," katanya.

(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.)

Wilayah lain dengan nilai pencairan klaim besar adalah Jawa Timur, mencapai Rp 21,11 miliar. Berikutnya Jawa Barat dengan nilai klaim Rp 19,23 miliar. Begitu juga dengan Banten dan Jawa Tengah yang masing-masing nilai klaimnya Rp 13,16 miliar dan Rp 3,74 miliar.

Selain di wilayah Indonesia, klaim juga dilakukan di negara lain seperti Amerika Serikat dan Singapura yang masing-masing nilai klaimnya Rp 350 juta dan Rp 271 juta. Wiroyo mengatakan klaim itu berasal dari nasabah perusahaan asuransi Indonesia yang sedang ada di negara tersebut dan mengajukan klaim terkait dengan Covid-19.

 Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan industri asuransi jiwa merasa bersyukur dapat meringankan beban masyarakat melalui pembayaran klaim terkait Covid-19. Pasalnya, industri memahami bahwa kondisi saat ini memang sulit bagi semua pihak.

"Kami mengimbau kepada seluruh nasabah untuk tetap menjaga polis perlindungan jiwa dan kesehatannya tetap aktif di tengah pandemi dan tidak melakukan surrender atau pemutusan kontrak asuransi, agar tetap dapat memiliki proteksi asuransi jiwa," ujar Budi.

Terdampak Pandemi

Budi mengatakan industri asuransi jiwa pun terkena dampak dari pandemi Covid-19. Ini terlihat dari anjloknya total pendapatan asuransi jiwa sepanjang semester I 2020 sebesar 38,7%. Tercatat, pada enam bulan pertama tahun ini, totalnya Rp 72,57 triliun sedangkan periode sama tahun lalu Rp 118,3 triliun.

Dari total pendapatan semester I 2020 itu, mayoritas berasal dari pendapatan premis senilai Rp 88,02 triliun yang sayangnya turun 2,5% secara year on year. Namun, penurunan paling drastis terjadi dari hasil investasi sebesar 191,9%, dari Rp 22,82 triliun pada semester I 2019 menjadi negatif Rp 20,97 triliun.

Penurunan hasil investasi yang signifikan ini terjadi akibat kondisi pasar modal Indonesia yang kurang kondusif selama enam bulan pertama 2020. Ini terlihat dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 22,9% selama periode tersebut.

“Kinerja investasi dalam industri asuransi sangat dipengaruhi oleh portofolio investasi yang terkait dengan ekonomi makro, termasuk pasar modal," kata Budi yang juga menjabat Presiden Direktur Lippo Life.

Untuk klaim dan manfaat yang dibayarkan juga terjadi penurunan sebesar 1,90% dari Rp 65,77 triliun di semester I-2019 menjadi Rp 64,52 triliun di semester-I 2020. Porsi klaim manfaat akhir kontrak sebesar Rp 7,26 triliun, partial withdraw Rp 6,07 triliun, dan kesehatan negatif Rp 5,22 triliun.