PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menjadi kontributor laba terbesar bagi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2021. Saat itu BRI mencatatkan laba sebesar Rp 32,22 triliun. Jumlah itu setara dengan 25,5 persen dari total laba seluruh BUMN tahun lalu.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa (7/6), Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan total laba BUMN pada 2021 mencapai Rp 126 triliun. Nilai itu meningkat dari laba BUMN tahun 2020 yang senilai Rp 13 triliun, atau tumbuh 869 persen.
Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan apresiasinya terhadap pencapaian Kementerian BUMN. Ia mengatakan, kinerja seluruh perusahaan BUMN telah terbukti meningkat berkat transformasi, di tengah kondisi pemulihan ekonomi pascapandemi. “Oleh karenanya transformasi ini akan terus kami perkuat untuk menjaga keberlanjutan bisnis ke depan,” ungkap Sunarso.
Mantan direktur utama PT Pegadaian itu memaparkan, penopang utama pertumbuhan laba BRI sepanjang tahun lalu terletak pada kinerja kredit dan penghimpunan dana pihak ketiga yang tumbuh positif. Hal itu disertai penurunan biaya bunga yang signifikan. Dan, pada saat bersamaan, perseroan juga mampu mengelola kualitas aset dan diversifikasi portofolio, sehingga imbal hasil aset pun naik.
“Raihan laba BRI membuktikan perseroan dapat terus meng-create economic value (menciptakan nilai ekonomi) kepada seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) di tengah kondisi yang menantang,” ujar Sunarso.
Wujud penciptaan nilai ekonomi itu terlihat dari setoran dana sebesar Rp 27,09 triliun kepada negara sepanjang 2021. Setoran tersebut terdiri dari pembayaran pajak senilai Rp 20,17 triliun, serta pembayaran dividen atas laba tahun 2020 senilai Rp 6,92 triliun. Sejak 2019-2021, BRI telah menyetorkan pajak dan dividen kepada negara sebesar Rp 82,03 triliun.
Untuk menghadapi tantangan di tahun 2022, BRI telah menyiapkan empat strategi utama. Pertama, pertumbuhan yang selektif. BRI akan berfokus pada sektor yang memiliki potensi tinggi, dengan eksposur minimum terhadap gejolak eksternal. Yaitu, sektor pertanian, industri bahan kimia, serta makanan dan minuman.
Selain itu BRI juga akan meneruskan strategi bisnis yang mengikuti stimulus pemerintah. Hal ini dilakukan demi membantu penguatan pertumbuhan ekonomi domestik.
Selanjutnya BRI akan fokus pada kualitas. Yakni, selektif dalam menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah. Perseroan juga membentuk cadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi.
Sementara untuk menjaga profitabilitas, BRI fokus pada pinjaman dengan imbal hasil yang tinggi, yaitu pada segmen mikro dan konsumer. “Dan, kemudian dengan cara-cara yang efisien dan value (nilai) yang diciptakan, (fokus bisnis) harus kembali ke mikro. Itu akan menjadi ‘putaran bola salju’ yang makin besar,” tutur Sunarso.
Terakhir, perseroan juga terus meningkatkan efisiensi melalui peningkatan dana murah. Tak lupa, tata kelola perusahaan yang baik juga dijalankan seiring penerapan strategi-strategi tersebut.