Tren Peningkatan Harga Emas, Bagaimana Proyeksinya hingga Akhir Tahun?
Harga emas berada dalam tren meningkat meski sempat turun beberapa hari terakhir. Penurunan harga ini bersamaan turunnya harga minyak hingga 2% hingga rencana Israel menarik tentaranya dari Jalur Gaza dan bersiap untuk memasuki putaran negosiasi baru dengan Hamas untuk gencatan senjata.
Analis Komoditas sekaligus Pendiri Traderindo.com, Wahyu Laksono mengatakan harga emas dan perak tengah menguat terhadap nilai dolar Amerika Serikat (USD). Seluruh komoditas juga mengalami perubahan arah terhadap USD, termasuk minyak, tembaga, dan logam dasar lainnya.
Pasar juga telah mengantisipasi perubahan kebijakan moneter Federal Reserve dari sikap ketat menuju netral. Tak hanya itu, ada antisipasi pelonggaran kebijakan suku bunga pada paruh kedua tahun ini yang akibatnya akan menekan nilai USD. Bahkan faktor geopolitik juga turut mendukung tren ini.
Meskipun harga minyak wajar mengalami koreksi setelah mencapai level tertinggi sepanjang 2024 di sekitar US$ 87, kenaikan masih berpotensi untuk berlanjut dan kemungkinan menguji di level US$ 90. Hal ini didorong oleh pemotongan pasokan oleh OPEC+ dan pemulihan permintaan setelah pandemi Covid-19.
"Emas jelas sangat potensial lanjut bullish,” kata Wahyu kepada Katadata.co.id, Senin (8/4).
Ia mengamati bahwa pada bulan Maret, nilai tukar emas terhadap dolar AS menguat signifikan, tetapi ditutup breakout. Hal ini dipicu oleh isu stimulus ekonomi dari China yang mengancam perlambatan ekonomi.
Sebagian pihak juga menyebutkan isu dedolarisasi sebagai faktor pendorong. Meskipun isu dedolarisasi merupakan isu lama terkait dengan ideologi dan futuristik.
Meski demikian, semua mata uang akan melemah akibat inflasi. Oleh karena itu, emas cenderung naik karena naiknya nilai emas terhadap mata uang kertas (FIAT currency). Secara tradisional, emas tetap menjadi aset yang dianggap berharga dan tidak kehilangan daya tariknya dalam pasar.
“Central Bank Investor institutional, retail, masyarakat umum, semua masih menganggap emas aset penting untuk jangka panjang sebagai safe haven, inflation hedge, investment assets. Jadi buy on weakness berlaku buat emas,” ujarnya.
Wahyu menyebut sudah menjadi pola umum bahwa setelah periode tapering atau pengetatan kebijakan moneter, sering kali terjadi krisis atau ancaman krisis. Hal itu memicu bank sentral, terutama Federal Reserve , untuk kembali meluncurkan stimulus ekonomi sebagai langkah perlindungan (safe haven).
“Tidak akan rugi investasi emas store of value sampai sekarang, beli kambing kurang lebih seharga 1 dinar atau 4.25 gram, emas 97% sekitar 14 abad lalu,” katanya.
Wahyu mengatakan kenaikan harga emas Antam sebab emas dunia mencapai rekor tertinggi atau All-Time High (ATH) sebesar US$ 2.350 per ons. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain faktor musiman lebaran, sentimen pelemahan nilai tukar Rupiah (IDR), dan dukungan dari rekor harga emas dunia.
Wahyu memproyeksikan harga emas Antam pada kuartal II 2024 mencapai sekitar Rp 1,3 juta per gram. Kemudian pada akhir 2024 berkisar antara Rp 1,3 juta hingga Rp 1,4 juta per gram, atau sekitar Rp 1,35 juta per gram.
Di samping itu, kata Wahyu, meskipun penurunan harga emas bisa terjadi setelah masa Lebaran, namun kemungkinannya cenderung terbatas sebab pola harga emas Antam cenderung bullish secara konsisten.
Terlebih lagi, dalam jangka panjang, emas Antam menunjukkan performa yang lebih baik daripada emas global karena peran ganda nilai tukar Rupiah dan harga emas global.
“Jika dolar melemah jelas emas antam bisa naik seiring kenaikan emas global, namun jika dollar menguat, dan emas global melemah,” kata Wahyu.
Dengan demikian, kenaikan harga emas Antam dapat terjadi karena lemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, dengan emas Antam berperan sebagai pelindung nilai Rupiah terhadap Dolar.