Investasi berpotensi menjadi salah satu faktor yang memicu rasa cemas dan khawatir. Fluktuasi pasar yang dinamis dalam berinvestasi mempererat hubungan antara kondisi investasi dan psikologi investor. Reku sebagai platform investasi aset global, yang terdiri atas aset kripto dan saham-saham di bursa Amerika Serikat (AS), menyoroti pentingnya kesiapan psikologi masyarakat dalam berinvestasi.
"Kesiapan mental dalam berinvestasi perlu dimiliki investor di semua instrumen investasi. Fluktuasi harga terjadi di semua instrumen sehingga terdapat tendensi investor tertekan dengan kondisi pasar yang sedang kurang baik," ujar Jesse Choi, Co-CEO Reku, dalam keterangan tertulis, Kamis (10/10).
Menurutnya, investor bisa tertekan dengan kondisi pasar yang kurang baik atau FOMO (fear of missing out) saat aset tertentu harganya naik. "Inilah pentingnya membangun kesiapan mental berinvestasi agar investor bisa membuat keputusan yang lebih bijak ketika pasar menghijau ataupun terkoreksi," kata Jesse dalam peringatan Hari Kesehatan Mental Dunia yang jatuh pada 10 Oktober.
Laporan Coinkickoff berjudul "Where Are People Most Stressed About the State of Crypto?" menyebut Indonesia masuk dalam daftar negara yang memiliki tingkat stress yang tinggi terkait kripto untuk kawasan Asia Tenggara, yakni 19,2%. Meskipun riset tersebut berfokus pada aset kripto yang cenderung lebih volatil, Jesse mengatakan, laporan ini menggambarkan urgensi dalam membangun kesiapan berinvestasi di instrumen lainnya.
Ia menilai fenomena serupa berpotensi terjadi pada investor di instrumen lain, termasuk saham, reksa dana, emas, serta aset-aset lainnya. Karena itu, kesiapan mental untuk setiap investor tetap dibutuhkan. Investor harus mampu merespons tekanan dalam berinvestasi sekaligus mengelola kepercayaan diri.
"Sehingga, investor dapat terhindar dari rasa percaya diri berlebih sehingga mendorong mereka membuat keputusan berisiko tanpa analisis yang cukup, serta panic selling saat pasar tiba-tiba terkoreksi," kata Jesse.
Pentingnya Literasi dalam Berinvestasi
Untuk mendukung investor dalam membangun kesiapan mental dalam berinvestasi, Jesse mengatakan literasi
berperan penting untuk mengelola emosional investor.
“Literasi investasi semestinya bukan hanya mencakup bagaimana cara kerja aset tertentu, namun juga perlu mengedukasi pengelolaan emosi yang baik dan disiplin dalam menerapkan strategi investasi," ujarnya.
Literasi bisa dimulai dengan mengetahui tipe investor, sehingga investor dapat menentukan instrumen investasi yang lebih sesuai dengan profil risiko dan tujuan keuangan masing-masing. Jesse mengatakan saat ini investor juga dapat mengetahui profil risikonya melalui fitur Investor Personality Test di Reku yang berisikan sejumlah pertanyaan seputar kepribadian finansial investor dan alokasi investasi ideal sesuai profil risikonya.
Jesse juga menekankan komitmennya dalam mengedukasi masyarakat untuk membangun kesadaran dan mengendalikan diri dalam keuangan sebelum berinvestasi. “Reku juga kerja sama dengan pegiat finansial dan financial planner. Jadi, kami bukan hanya mengedukasi tentang aset kripto saja, tapi juga manajemen keuangan dan strategi alokasi dana investasi yang terpisah dari kebutuhan primer harian," kata Jesse.
Literasi itu dilakukan dalam berbagai format, seperti kegiatan atau roadshow berkolaborasi dengan berbagai mitra, seperti Tether, di sepuluh kota di Indonesia, konten edukasi, maupun diskusi bersama komunitas Telegram Reku yang beranggotakan puluhan ribu orang.
Ia berharap lewat literasi tersebut investor bisa lebih siap dalam menghadapi dinamika pasar di berbagai aset investasi. “Ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong edukasi bagi masyarakat. Ke depannya, mudah-mudahan investor dapat lebih membangun manajemen emosional terhadap fluktuasi investasi sehingga bisa terus mengambil keputusan investasi yang strategis dan terukur,” kata Jesse.